Selasa, 28 Maret 2017

Dakwah Itu Mengajak Bukan Menghakimi



Surabaya-Dakwah Islam bukan semata-mata menyampaikan kebenaran tapi juga bisa memahami kondisi sosial keagamaan masyarakat. Dengan demikian ajakan pada kebenaran itu dapat diterima dan mencegah konflik.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM)  Jawa Timur, Nadjib Hamid MSi, dalam Sarasehan Misi Dakwah PCM Lakarsantri di Markaz Bangkingan, Surabaya, Selasa (28/3) siang.
Selain Nadjib Hamid,  pembicara lain dalam sarasehan ini adalah Dr Ir Sudiyarto MMA menyampaikan Analisis SWOT Tantangan Dakwah dan Drs Sugeng Purwanto penyampai materi Refleksi Dakwah Nabi. Sarasehan ini diikuti oleh pengurus PCM, PRM, PCA, dan personalia Amal Usaha.
Nadjib mencontohkan,  dai Muhammadiyah itu biasa mengatakan megengan menjelang puasa   dengan berbagi kue apem ke tetangga itu bid’ah karena tidak ada dalilnya. Namun tidak pernah memberi  alternatif pengganti tradisi itu.
 ”Tradisi apem megengan itu lahir sebagai bagian dari cara dakwah zaman dulu. Apem itu boleh jadi dari kata afuwun  yang artinya maaf. Kalau itu dibid’ahkan lalu penggantinya apa sebab masyarakat butuh tradisi,” tanya dia.
Akibat model dakwah seperti itu, sambung Nadjib, Muhammadiyah akhirnya mendapat cap kasar, keras, ajarannya  harus dihindari. ”Padahal dakwah itu mengajak bukan menghakimi. Kalau suka menghakimi  mana ada orang yang mau diajak memahami Islam cara Muhammadiyah,” kata Nadjib yang pernah menjadi komisioner KPU Jawa Timur ini.
Dia menuturkan, tradisi megengan itu misi dakwahnya adalah sedekah menjelang puasa.  ”Lebih baik gantilah hantaran apem itu dengan sedekah lain yang lebih bermakna,” dia menyarankan.  Nadjib bercerita, pernah membalas hantaran itu dengan sekotak kurma Tunisia. Ternyata kurma itu membawa respon baik. Tetangga cerita kurma itu dipakai buka puasa tiap hari.
”Nah dakwah seperti ini kan bisa mengajak orang dan menjadikan hubungan bertetangga juga baik. Padahal sebelumnya Ketua RT setempat selalu wanti-wanti ke warganya, awas lo rumah pojok itu Pak Nadjib orang Muhammadiyah,” ceritanya disambut tertawa hadirin.
Pembicara lain, Sugeng Purwanto dalam sarasehan itu menyitir arti ayat-ayat surat Al Insyirah. Dia menjelaskan, Nabi Muhammad menjadi nabi itu bukan pilihan hidup. Tugas kenabian tiba-tiba saja diberikan.
”Ayat-ayat dalam surat Al Insyirah menjelaskan kondisi psikologis Nabi yang merasa sesak dada dan berat punggungnya menjalankan misi dakwah Islam. Tapi Allah menjamin kelapangan dada dan meringankan beban dakwah serta mengatasi kesulitan dengan kemudahan,” ujar Sugeng Purwanto yang juga menjabat Sekretaris PCM Lakarsantri. ”Hasilnya Allah mengangkat nama Nabi menjadi sebutan yang populer dan selalu diucapkan banyak orang hingga kini dalam shalawat maupun syahadatain,” sambungnya.
Sedangkan kajian SWOT (Strenght Weakness Opportunity Treatment) tantangan dakwah, Dr Sudiyarto menjelaskan, agar dakwah bisa tercapai sesuai  tujuannya, para dai perlu mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman faktor internal dan eksternal.
Analisis SWOT dipakai, kata dosen Fakultas Pertanian UPN ini, untuk memahami kekuatan organisasi dan peluang yang terbuka di medan dakwah. ”Pada akhirnya dai harus mampu meningkatkan SO (Strenght dan Opportunity) serta memperkecil WT (Kelemahan dan Ancaman) sehingga dakwah itu bisa sesuai harapan,” kata Sudiyarto yang juga Kepala Bidang Ekonomi PCM Lakarsantri. (sgp)


Tidak ada komentar: