Rabu, 29 Maret 2017

Sukses Dakwah Berpegang Surat An Nashr



Surabaya-Bila manusia serius berusaha, Allah bakal memberi pertolongan sampai kesuksesan  datang.  Ketika hidup sukses bersikaplah tawadhu’ dengan menyucikan nama Allah, memuji, dan meminta ampunan.
            Intisari surat An Nashr itu dijelaskan oleh Sekretaris PCM Lakarsantri, Drs Sugeng Purwanto, dalam Sarasehan Penyegaran Misi Dakwah di Markaz Bangkingan, Surabaya, Selasa (28/3). Acara ini diikuti oleh pengurus PCM, PRM, PCA, majelis, dan anggota amal usaha.  
            Surat Alquran ini, ujar Sugeng, diturunkan saat pasukan Nabi Muhammad saw menaklukkan Kota Mekkah. Seperti digambarkan dalam ayat-ayatnya, sejak futuh Mekkah itu berbondong-bondong orang masuk Islam. Termasuk musuh-musuh Islam seperti Abu Sufyan dan keluarganya, anak-anak Abu Jahal, Ikrimah.
            ”Islam yang tauhid semula dianggap ajaran devian atau menyimpang karena berbeda dengan paham dominan masyarakat yang syirik. Pada akhirnya Islam menang dan menjadi paham dominan. Islam akhirnya menjadi trend dalam masyarakat. Sukarela atau terpaksa orang harus menerima Islam sebagai ajaran yang sangat berpengaruh,” kata Sugeng.
            Dari surat ini, sambung dia, bisa dipakai pijakan jika dakwah Muhammadiyah sekarang ini masih dianggap devian oleh pemahaman Islam dominan, jangan putus asa,  lambat laun juga situasi itu dapat berubah kalau ada keinginan untuk menjadi menang. ”Pahami strategi dakwah Nabi untuk mencapai kemenangan menjadi paham dominan masyarakat,” ujarnya.
            Saat kemenangan itu datang, sambung dia, maka jangan pongah sok kuasa misalnya membubarkan pengajian yang tidak sealiran. Bisa bersikap rendah hati mengayomi minoritas. ”Selalu memuji Allah, menyucikan, dan meminta ampunan. Insya Allah kemenangan itu bermanfaat bagi banyak orang. Kalau sombong dan korup pasti Allah mencabut kemenangan itu,” kata Sugeng mengingatkan.
            Surat An Nashr, Sugeng menjelaskan, dapat dipakai untuk menganalisis situasi sosial politik. Ambil contoh, ketika Orde Baru mendapat pertolongan Allah dan memegang kekuasaan maka banyak orang berbondong-bondong masuk Golkar. ”kalau dalam bahasa Arab wa roaitannaasa yadkhuluuna fii gulkariyah afwaajaa,” ujarnya.  
            Sayangnya kemenangan itu malah dipakai untuk menindas orang yang tidak sepaham dengan pemerintah. Lantas memakai kekuasaan untuk korupsi. ”Ketika ada dai mengingatkan agar memuji Allah dengan melaksanakan ajarannya, dai itu malah ditangkap, diinterograsi,” katanya. ”Maka kekuasaan itu akhirnya tumbang oleh people power yang digerakkan oleh tokoh Muhammadiyah,” sambungnya.
            Begitu juga ketika Partai Demokrat menang pemilu maka semua orang wa roaitannaasa yadkhuluuna fii demukratiyah afwaajaa. Sewaktu berkuasa orang-orang partai ini juga korup lupa dengan ajaran Allah maka pemilu berikutnya tumbang.
            ”Sekarang PDIP berkuasa situasi politik makin gaduh. Apalagi partai ini tidak berbau agama blas. Bahkan pidato Megawati saat ulang tahun partai menunjukkan permusuhannya dengan kelompok Islam,” katanya.
            Dalam pidatonya, Megawati  mengatakan, para pemimpin yang menganut ideologi tertutup  memosisikan dirinya sebagai pembawa 'self fulfilling prophecy', para peramal masa depan. Mereka dengan fasih meramalkan yang akan pasti terjadi di masa yang akan datang, termasuk dalam kehidupan setelah dunia fana, yang notabene mereka sendiri belum pernah melihatnya.
            ”Pidato itu ada nada meragukan kehidupan sesudah fana. Ini tandanya tidak pernah mengaji, membaca Alquran yang menjelaskan kehidupan sesudah mati. Bagaimana partai seperti ini diharapkan memberi rahmat bagi rakyat dan negara? Padahal mereka tidak mau bertasbih, memuji Allah, apalagi meminta ampunan. Maka kita akan saksikan bagaimana kekuasaan itu akan dilenyapkan seperti partai sebelumnya,” tandasnya. (sgp)

Jangan Resah Bila Berdakwah Sendirian



Surabaya-Juru dakwah pasti pernah merasakan berjuang sendirian. Ketika menyebarkan ajaran Islam jarang orang mau merespon. Bahkan olok-olok yang didapatkan. Jangan khawatir, perasaan seperti ini juga pernah dirasakan oleh Nabi Muhammad saw.
Hal itu disampaikan oleh Sekretaris PCM Lakarsantri, Drs Sugeng Purwanto, saat menjelaskan surat Adh Dhuha dalam Sarasehan Penyegaran Misi Dakwah di Markaz Bangkingan, Surabaya, Selasa (28/3). Acara ini diikuti oleh pengurus PCM, PRM, PCA, majelis, dan anggota amal usaha.   
Dalam surat Adh Dhuha ayat tiga, kata Sugeng, tersirat digambarkan Nabi Muhammad saw di suatu waktu pernah merasa ditinggalkan dan dimarahi sebab lama tidak mendapatkan wahyu. ”Karena lama tidak ada kabar wahyu baru turun, para pendengki  di  Mekkah mulai berolok-olok mengejek Nabi ditinggalkan malaikatnya,” kata Sugeng.
Dalam situasi seperti itu, sambung Sugeng, kita dapat membayangkan betapa resah, gundah gulana, perasaan Nabi. Amanat dakwah sudah dipikul tapi wahyu sudah lama tidak muncul. ”Mungkin saja perasaan Nabi juga mbatin, sakjane ngono aku iki nabi temen opo nggak sek kok Jibril gak teko-teko,” ujar Sugeng berseloroh dalam bahasa Suroboyoan.
Karena Nabi diselimuti perasaan sendirian itu, kata dia, Allah menurunkan ayat ketiga maa wadda’aka robbuka wa maa qolaa. Ayat ini  sebagai penjelasan dan jaminan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan dan memarahinya. Artinya wahyu tetap diturunkan sebagai pedoman untuk menyelesaikan masalah kehidupan.
Kemudian ayat keempat wa lal akhirotu khoirullaka minal ula menjelaskan, hasil akhir yang baik niscaya diperoleh jika mampu mengatasi problem di awal perjalanan dakwah.  Hasil akhir yang memuaskan seperti ditegaskan dalam ayat kelima wa lasaufa yu’thiika robbuka fa tardhoo.
 ”Karena itu juru dakwah pantang putus asa meskipun sendirian sebab jika mampu menyelesaikan persoalan di awal pasti mendapat hasil lebih baik di akhir dan sangat memuaskan,” tegas Sugeng.
Ayat-ayat berikut dalam surat Ad Dhuha menjelaskan sudah banyak pertolongan dari Allah untuk menguatkan dakwah Nabi seperti  semula kondisi yatim kemudian mendapat perlindungan. Dalam situasi bingung lalu Allah memberi petunjuk.  Ketika miskin kemudian Allah memberi kekayaan.    
Setelah kesuksesan dakwah itu diperoleh, kata Sugeng, lantas Allah meminta kita jangan bersikap sombong. Misalnya sewenang-wenang terhadap dhuafa dan anak yatim. Atau membentak orang yang bertanya. (sgp) 
    

Cerita KH Ahmad Dahlan Diancam Bunuh



Surabaya-Pengalaman dakwah  pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, sangat berwarna. Asam manis, pahit getir pernah dialami. Mulai langgarnya dibakar hingga mendapat ancaman dibunuh. Tapi Kiai Dahlan pantang menyerah dengan ancaman.
Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nadjib Hamid MSi, menuturkan, pernah terjadi sepulang dari pengajian di Banyuwangi, KH Ahmad Dahlan mendapat surat kaleng.
”Isinya berupa ancaman. Kalau berani datang sekali lagi ke Banyuwangi disambut kelewang dan istrinya akan dijadikan pelayan,” cerita Nadjib Hamid dalam Sarasehan Misi Dakwah PCM Lakarsantri di Markaz Bangkingan, Surabaya, Selasa (28/3) siang.
            Kiai Dahlan ternyata pantang surut apalagi takut dengan ancaman itu, sambung Nadjib. Malah kiai dari Kauman Jogja ini merasa ditantang untuk berdakwah lagi ke kota di ujung timur Pulau Jawa itu. ”Prinsip kiai, orang yang mengancam itu sebenarnya tidak punya nyali berani. Kalau mereka itu berani pasti langsung bunuh tidak pakai mengancam,” tutur Nadjib yang pernah menjadi komisioner KPU Jawa Timur.
            Beberapa waktu kemudian Kiai Dahlan datang lagi ke Banyuwangi dengan segala risiko. Ketika turun di Stasiun Banyuwangi, beberapa polisi datang menemuinya. Polisi itu meminta sang kiai membatalkan pengajian di Kota Osing itu dan balik ke Jogja sebab massa sudah mengepung dengan membawa senjata.
            Dengan santai dan berwibawa, cerita Nadjib, Kiai Dahlan berkata, ”Polisi ini aneh. Saya datang untuk berbuat baik kok dilarang. Mereka mau berbuat jahat malah dibiarkan.” Kepada polisi disampaikan, Kiai Dahlan menolak pulang dan mendatangi pengajian.
            Akhirnya dengan ketegasan dan keberanian menghadapi ancaman, pengajian bisa berlangsung dengan damai. Tidak lama kemudian berdiri organisasi Muhammadiyah di Banyuwangi.    
            ”Juru dakwah itu harus punya keberanian. Mampu mengatasi ancaman bukan lari. Apalagi polisi itu dari dulu sampai sekarang masih sama. Massa berbuat onar membubarkan pengajian dibiarkan, malah penceramahnya yang diamankan,” pungkas Nadjib. (sgp)

Kisah Kiai Dahlan Ketinggalan Kereta



Surabaya-Dakwah yang santun dan memberi keteladanan lebih efektif mengubah masyarakat dibandingkan membid’ahkan orang. Contoh KH Ahmad Dahlan ketinggalan kereta api di Stasiun Jember saja menjadikan kepala stasiun masuk Muhammadiyah.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nadjib Hamid MSi, dalam Sarasehan Misi Dakwah PCM Lakarsantri di Markaz Bangkingan, Surabaya, Selasa (28/3) siang.
.           Nadjib bercerita, dalam satu lawatan dakwahnya ke Jember, waktu pulang KH Ahmad Dahlan ketinggalan kereta api. Jadwal kereta ke Jogja lagi baru ada besok. Kiai Dahlan memutuskan menginap di stasiun menunggu keberangkatan esok.
            ”Melihat ada orang menginap, kepala stasiun bernama Pak Aspari menanyakan kesulitan penumpang ini. Kemudian menawari tidur di rumahnya sambil menunggu kereta esok,” ujar Nadjib Hamid yang pernah menjabat Sekretaris PWM Jawa Timur ini.
            Tawaran ini disetujui Kiai Dahlan. Lantas diajak ke rumah dinas tak jauh dari stasiun. Saat ngobrol santai dengan tuan rumah, Kiai Dahlan hanya bercerita saja tentang pengalamannya dan makna ayat-ayat Alquran yang harus dijalankan oleh penganutnya terutama tentang menyantuni orang miskin dan anak yatim.
            ”Cara Kiai Dahlan menerangkan Islam ini menarik perhatian Pak Aspari. Kemudian Pak Aspari berniat menguji apakah orang ini mempraktikkan omongan atau pandai ceramah saja,” kata Nadjib mengisahkan.
            Beberapa waktu kemudian, sambung Nadjib, Pak Aspari ke Jogja menyamar sebagai orang melarat yang kecopetan. Kemudian dia datang ke rumah Kiai Dahlan di Kauman menceritakan nasibnya. ”Pak Aspari yang menyamar tadi mengatakan mau shalat tapi bajunya najis. Dia katakan mau pinjam baju ke Kiai Dahlan,” katanya.
            Mengetahui keperluan tamunya, maka Kiai Dahlan mengajak Pak Aspari melihat lemari pakaiannya. Lalu disilakan memilih pakaian yang disukai. ”Pak Aspari terkesima. Ternyata orang ini sesuai dengan apa yang diceramahkan,” sambung Nadjib.
            Setelah kejadian itu kepala stasiun ini masuk Muhammadiyah dan merintis pendirian persyarikatan ini di daerahnya. ”Dengan cara dakwah seperti ini Muhammadiyah menyebar ke penjuru negeri. Coba apakah kita pernah menyuruh orang miskin memilih pakaian terbaik kita? Dengan keteladanan dakwah lebih mudah diterima,” tutur Nadjib Hamid. (sgp)  
           

Selasa, 28 Maret 2017

Kisah Pak AR Pimpin Yasinan



Juru dakwah itu harus cerdas memahami situasi di lapangan. Kecerdasan itu dapat diukur dari jurus keluar saat memasuki situasi sulit. Contoh dai cerdas itu adalah Ketua Umum Muhammadiyah periode 1968-1990, KH AR Fachruddin.
Kisah dakwah ini diceritakan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur, Nadjib Hamid MSi, dalam Sarasehan Misi Dakwah PCM Lakarsantri, Selasa (28/3) siang.
Cerita ini, ujar Nadjib, pengalaman Pak AR, panggilan KH AR Fachruddin, semasa muda menjadi guru di Sumatra. ”Tiap berangkat kerja selalu melewati rumah seorang ulama. Saat ulama itu di luar Pak AR selalu menyapa. Semula tidak dijawab. Lalu menjawab singkat wa alaikum. Karena sering disapa akhirnya ulama itu menjawab salam lengkap layaknya sesama muslim.
            ”Kemudian Pak AR ditanya, tuan guru ini orang Muhammadiyah kan?. Dijawab, benar. Ulama itu berkomentar, orang Muhammadiyah kok baik ya. Padahal biasanya suka menghujat kita bid’ah. Nah, ternyata cara dakwah Pak AR ini mampu menghapus cap buruk Muhammadiyah,” kata Nadjib.
            Pada akhirnya, sambung Nadjib, Pak AR diundang  acara yasinan.  Ulama tadi meminta Pak AR memimpin membaca surat Yasin. Mungkin menguji apakah orang Muhammadiyah bisa yasinan. Karena Pak AR tidak pernah ikut yasinan tentu saja bingung bagaimana tata cara membacanya. Tapi Pak AR tidak kurang akal. Dia buka acara itu dengan pertanyaan kepada jamaah bagaimana cara yasinan biasa dilakukan. Jamaah pun bercerita.
Mengetahui tradisi yasinan sekadar membaca surat Yasinan dan berdoa lantas Pak AR membuat tawaran. ”Setelah paham lalu Pak AR menawarkan, bagaimana kalau yasinan malam ini pakai model lain. Saya akan terangkan makna ayat-ayat surat Yasin ini. Jamaah setuju dengan usulan ustad undangan ini,” tutur Nadjib.
 Maka malam itu yasinan berubah menjadi pengajian tafsir surat Yasin. Setelah acara usai, Pak AR menanyakan pendapat jamaah model yasinan model baru ini. ”Semua jamaah menjawab, mantap. Bisa diteruskan,” cerita Nadjib. ”Jika yang diundang yasinan bukan Pak A.R. pasti pasti komentarnya itu tradisi bid’ah yang tidak perlu dihadiri. Maka hilang kesempatan berdakwah ala Pak A.R.,” sambungnya. sgp