Jumat, 29 September 2017

Pemimpin Harus Bisa Menuntun Rakyat Keluar dari Situasi Kacau



Surat Al Qoriah menggambarkan situasi kiamat yang menakutkan pada hari berakhirnya alam semesta. Hari ketika manusia mendapatkan balasan akibat perbuatan baik dan buruknya. Percaya hari kiamat adalah syarat iman dan menjaga pelaksanaan syariat Islam.
Itu intisari tafsir surat Al Qoriah yang disampaikan oleh KH Sachrodji Bisri dalam Kajian Tafsir Al Quran Berdasarkan Turunnya Wahyu dengan Pendekatan Strategi Taktik di Pesantren Mahasiswa Rausanfikr Surabaya, Sabtu (15/7/2017). Tafsir Al Quran ini merujuk kepada kitab Jalalain.
Menurut Bang Oji, panggilan KH Sachrodji Bisri, arti Al Qoriah adalah ketukan dengan keadaan yang menakutkan.  ”Jadi bagi Allah Al Qoriah atau kiamat itu hanya ketukan. Tapi bagi manusia merasakan sebagai guncangan luar biasa dahsyat,” ujar Bang Oji.
Gambaran dahsyatnya kondisi pada hari itu, sambung Bang Oji, dicantumkan kata Al Qoriah yang diulang sampai tiga kali di tiga ayat awal. Maknanya sebagai taukid yaitu pengulangan untuk menegaskan pentingnya kata itu yang harus dipahami manusia. ”Pada ayat ketiga wama adrooka malqooriah artinya mengertikah kamu apa kiamat itu? Lewat ayat ini diharapkan manusia sudah memiliki pandangan atau persepsi tentang hari kiamat yang harus diimani,” ujarnya.
Dahsyatnya kiamat yang menakutkan manusia dalam ayat berikutnya diceritakan dalam ayat keempat bahwa manusia pada hari itu kal farosyilmabtsuts seperti laron bertebaran. Pada musim hujan kita sering melihat laron keluar bertebaran di malam gelap kemudian terbang menuju lampu. Berebutan, berdesakan, seperti gerombolan orang bingung. Ada yang lepas sayapnya, berjatuhan, kebingungan mencari perlindungan di tanah.
Bayangkan, suasana kiamat manusia perilakunya seperti laron-laron yang mendapati dunia menjadi gelap menakutkan berguncang-guncang lalu mereka bergerombol berebutan mencari tempat terang berpikir di situ ada keselamatan. Padahal saat kiamat tidak ada tempat aman. Sebab semua tempat hancur. Disebutkan oleh Allah wa takuunu jibaalu kal ihnilmanfusy. Gunung saja seperti bulu yang diudal-udal berhamburan kemana-mana sampai rata dengan tanah.
Dalam kiamat tidak ada manusia yang selamat. Semuanya mati. Karena itu ketika masa ini datang tidak perlu kebingungan. Banyaklah dzikir dan berdoa kepada allah. Sebab kemudian manusia mati itu dibangkitkan lagi untuk kehidupan kedua yang abadi ditempatkan sesuai amal perbuatan. Fa ammaa man tsaqulat mawaaziinuhu maka orang yang berat timbangan kebaikan fa huwa fii ‘isyatirrodhiyah maka dia dalam kehidupan yang memuaskan yakni surga.
Dipihak lain wa ammaa man khofat mawaaziinuhu fa ummuhu Hawiyah. Dan orang yang ringan timbangan kebaikannya  maka tempat kembalinya adalah Hawiyah. Hawiyah adalah naarun haamiyah yakni api yang sangat panas yaitu neraka.
Dalam ayat fa ummuhu diartikan tempat tinggal atau tempat kembali.  Makna aslinya ummu bisa berarti imam yaitu di depan yakni orang yang menjadi panutan. Ummu juga bisa berate ibu yakni diikuti anaknya, tempat kembali anaknya. Ummu juga boleh diartikan ummat yakni sekelompok manusia/hewan yang punya tujuan bergerak. Makna umum ummat adalah rakyat, kaum.
Dengan demikian dalam surat Al Qoriah setiap manusia harus mengimani kiamat meskipun dia berkedudukan sebagai imam, ibu, dan umat. Imam harus bisa memberi keputusan, petunjuk, mengatasi situasi chaos, kacau, sehingga bisa menuntun rakyatnya menuju ketenangan. Bukan malah membuat situasi makin gaduh akibat kelemahan sikap. Karena itu ironi sekali ada pemimpin politik yang tidak mengerti kehidupan sesudah mati sehingga bersikap meremehkan kehidupan akhirat. Mengabaikan adanya balasan atas perbuatannya di akhirat kelak.
Ibu juga harus bisa menentramkan anak-anaknya saat situasi kacau dengan memberikan kelembutan kasih sayang ketika anaknya merasa resah dan gundah. sgp


Senin, 28 Agustus 2017

Penaklukan Eropa



Gelombang pengungsian warga Timur Tengah ke daratan Eropa akibat perang saudara setahun lalu merupakan ironi bagi dunia Islam.  Peristiwa ini bertolak belakang dengan faktor penyebab hijrah di masa Nabi Muhammad SAW.
Rakyat Suriah dan Irak hijrah ke negeri Eropa yang Kristen karena tidak aman di negara sendiri  yang dipimpin pemerintah muslim. Sementara umat muslim di zaman Nabi berhijrah karena menghindari penguasa kafir dholim Mekkah mencari negara aman di Abesinia dan Yatsrib.
Sangat ironis lagi, para pengungsi itu tidak menuju negara-negara muslim tetangganya tetapi memilih negara Eropa yang dinilai lebih aman, nyaman, demokratis, dan mapan meskipun jauh dan menyengsarakan. Negara muslim tetangga pun pura-pura tidak tahu nasib pengungsi . Sebab  negara tetangga ini khawatir, perang itu merembet ke negaranya.
Bahkan negara Turki yang sekarang dipimpin partai Islam yang dipuji mampu membangkitkan ekonominya juga tidak menjadi tujuan pengungsian. Turki hanya dilewati sebagai pintu menuju dataran Eropa yang dianggap lebih menjanjikan. 
Pengungsian warga muslim ke negara Eropa itu makin menguatkan stigma pemerintah Islam itu buruk karena diktator, korup, labil, dan rawan konflik. Sebaliknya negara Eropa yang Kristen sekular dinilai demokratis, melindungi hak rakyat, manusiawi, terbuka, memberi peluang untuk maju.
Apalagi negara Islamic State of Iraq-Syiria (ISIS) yang mengklaim sistem negaranya meniru zaman Nabi Muhammad malah ditinggalkan rakyat yang didudukinya. Pertanyaannya, jika memang benar negara ISIS itu semirip dengan negara bentukan Nabi, kenapa rakyat merasa tidak aman dan nyaman? Apakah benar model negara seperti dibangun Nabi di Madinah itu seperti ISIS sekarang ini?
Tidak mudah menjawab pertanyaan itu. Sebab ISIS belum stabil karena dilanda perang. Batas negara saja bisa berubah setiap waktu. Kehidupan rakyat yang berada di dalamnya belum normal. Pengalaman orang yang bergabung dengan ISIS juga berbeda-beda. Dari kelompok mujahid menyatakan, ISIS menjadi medan jihad mencapai surga. Dari kelompok rakyat kecewa karena warga sipil menjadi nomor dua. Warga istimewa adalah para milisi.
Dari kasus konflik Suriah dan ISIS ini makin susah menyakinkan orang bahwa negara Islam itu baik, nyaman, bermartabat, maju, dan aman. Di tanah air sendiri respon terhadap negara khalifah yang diusung oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) negatif sehingga pemerintah membekukan organisasi itu.
 Persepsi buruk negara khalifah juga muncul dari kalangan Kristen seperti disampaikan oleh Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR, Victor Laiskodat. Menurut Laiskodat, jika negara khalifah berhasil dibentuk di negara ini maka semua orang diwajibkan shalat. Jika menolak shalat mereka akan dibunuh. Karena itu, menurut dia, agar tidak dibunuh jika negara khalifah berdiri lebih baik membunuh lebih dulu.
Victor Laiskodat tampak tidak memiliki pengetahuan tentang sistem negara Islam. Dia hanya bicara berdasarkan persepsi yang dibentuk oleh informasi yang dia lihat seperti di Suriah dan ISIS itu. Masih banyak orang yang berpersepsi buruk dan mendapat gambaran salah terhadap negara Islam seperti Laiskodat. Bukan hanya kalangan non muslim, dari kalangan muslim saja yang antipati terhadap negara Islam juga banyak jumlahnya. Buktinya pemerintah Jokowi membubarkan HTI yang dituduh melanggar Pancasila.
Pengungsian warga muslim Timur Tengah ke Eropa ada sisi baik dan buruknya. Sisi buruknya, di antara pengungsi terselip para militan dengan perencanaan bom sehingga memperburuk citra Islam. Selain itu ada warga muslim yang larut dalam gaya hidup Eropa yang liberal.
Sisi baiknya umat muslim makin meningkat jumlahnya di Eropa. Jika mereka mampu mempertahankan identitas muslim maka lambat laut Eropa bisa terwarnai sehingga menjadi daratan Islam di masa mendatang. Apalagi orang Eropa sudah tidak aktif lagi ke gereja dan menghargai privasi agama seseorang.
Gejala munculnya pengaruh Islam itu terbaca dari laporan koran-koran setempat yang dengan sinis menyebut London dengan julukan Londonistan, Belgia menjadi Belgistan. Laporan itu menyebutkan pengaruh Islam terhadap kota-kota di Eropa masa kini makin mencolok. Jumlah warga muslim terus bertambah, termasuk aktivitas keagamaan, dan public figurenya seperti Walikota London, Shadiq Khan, adalah muslim. Jumlah masjid juga meningkat sebaliknya jumlah gereja menyusut.
Budayawan Jaya Suprana menulis dengan mengutip laporan koran London menyebutkan, sejak 2001 sampai dengan 2016, di London telah berdiri 423 masjid baru sementara sekitar 500 gereja telah ditutup karena tidak ada jamaah.
 The Hyatt United Church dibeli oleh umat Islam dari Mesir dan diubah menjadi masjid. Sama halnya dengan gereja Santo Peter berubah menjadi masjid Madina. Masjid Brick Lane semula adalah sebuah gereja Methodist. Bukan hanya bangunan yang berubah tapi jumlah mualaf, pada tahun 2016 di kota Londonistan meningkat dua kali lipat.
Ceri Peach dari Universitas Oxford menyatakan homogenitas umat beragama di Inggris masa kini memudar akibat dominasi Kristen memang melenyap. Direktur The National Secular Society, Keith Porteus Wood yakin bahwa di Inggris dalam 20 tahun mendatang jumlah Muslim akan lebih besar ketimbang jumlah Nasrani.  
Menurut riset NatCen Social Research Institute jumlah umat Anglican pada lingkup waktu 2012 sampai dengan 2014 mengalami kemerosotan menjadi sekitar 1,7 juta , sementara jumlah umat Islam di Inggris meningkat menjadi satu juta insan. Demografikal, umat beragama di Manchester 15,8 persen Muslim, Birmingham 15,8 persen bahkan Bradford 24,7 persen.
Jika gejala ini kian meluas hingga terjadi di beberapa kota di Eropa, maka sejarah akan berulang lagi. Dataran Eropa menjadi negeri muslim seperti zaman Andalusia dahulu. Sekarang penaklukan Eropa tanpa perang tapi dari pengaruh peradaban.

Radikal dan Ekstrem



Jika Anda dituduh radikal dan ekstrem, jangan gusar. Sebab seluruh nabi dan rasul adalah orang radikal dan ekstrem. Jadi ketika ada penceramah yang menyampaikan ayat laqod kana lakum fii rasulillahi usawatun hasanah, beritahukan kepadanya bahwa dia sedang menyampaikan keradikalan dan ekstremitas.
Selama ini para penceramah memahami uswatun hasanah pada diri rasul hanya secuplik sisi kelembutan, kedermawanan, toleransi atau kepemimpinannya. Hanya topik itu yang sering disampaikan penceramah meniru keteladanan nabi. Tetapi keradikalan dan keekstreman para rasul jarang diungkap. Padahal dua sikap itu yang mengubah dunia bejat dan korup menjadi baik.
Dua sikap itu jarang diungkap dan disampaikan karena berbahaya. Sebab bisa mengancam kemapanan masyarakat dan mengganggu stabilitas kekuasaan.
Contoh, cermati keradikalan dan ekstremitas Nabi Ibrahim. Dia lahir di kota Ur, Babilonia, negeri Irak sekarang. Hidup dalam masyarakat musyrik penyembah berhala. Bahkan bapaknya, Azar, profesinya pemahat patung dewa.
Tetapi lingkungan tidak membuat  pikiran dan perilaku Nabi  Ibrahim  larut dalam budaya kafir.  Malah dia tumbuh menjadi  pemuda yang kritis. Berani mengingatkan penguasa dan masyarakat tentang paham dan praktik peribadatan sesat (2:258). Cermati pikiran radikal dan ekstrem Ibrahim ketika masih berusia muda.
Ibrahim mempertanyakan,  kenapa matahari, bulan, dan bintang disembah manusia dan dianggap tuhan (6:76 – 78). Lebih aneh lagi patung-patung buatan bapaknya malah diberi sesaji dan dipuja-puji dipercaya membawa rezeki dan kedamaian (21: 51-55).
Ketika dakwah lisan tidak mampu memberikan kesadaran dan perubahan masyarakat maka  Ibrahim membuat gerakan mengejutkan. Dia hancurkan patung-patung berhala itu.  Tak pelak dia pun menjadi tertuduh sebagai teroris (21:57-61).
Bayangkan, Ibrahim muda menghancurkan sesembahan yang dianggap penting bagi masyarakat. Dia pun menyangkal tuduhan. Dengan jenaka, dia membuat alibi dengan menyisakan satu patung besar sebagai saksi. Ketika penguasa menuduh maka dia menjawab, tanya saja ke patung besar yang menjadi saksi itu siapa yang merusak berhala kalian.
Anehnya meskipun argumentasi Ibrahim itu logis malah dinilai mustahil. Penguasa dan masyarakat ternyata tahu dan sadar tidak mungkin patung batu bisa menjadi saksi.  Sudah mengerti, anehnya malah disembah. Inilah kerusakan moral dan logika.
Lebih aneh lagi Ibrahim tetap dipersalahkan merusak tatanan negara. Dia sudah memberontak kepada penguasa Namrud. Dia telah bertindak  subversif (21:62:67).
Penguasa menjatuhkan vonis mati kepadanya. Mati dengan dibakar.  Namun Allah membebaskan dari panasnya kobaran api (21:68-71). Tetapi masyarakat melihat Ibrahim kebal dengan api.
Bayangkan, bagaimana kagetnya penguasa dan masyarakat zaman itu menyaksikan api besar tidak menghancurkan tubuh seorang pemberontak. Kemudian Ibrahim meloloskan diri. Lantas dia hidup menjadi pelarian. Buron.
 Dalam pelarian itu Ibrahim menjadi lebih matang pemikiran dan pengalaman religiusnya hingga haqqul yaqin memahami Tuhan sejati. Tetapi Allah masih mengujinya. Lama dia tidak memiliki anak sebagai penerusnya. Tiap hari dia sampaikan doa agar diberi anak salih. Hingga akhirnya Allah pun mengabulkan doanya dengan lahirnya Ismail. Nama ini bermakna Tuhan telah mendengarkan.
Setelah anak itu beranjak dewasa, Nabi Ibrahim tidak menyangka anak yang diharap-harapkan kelahirannya itu diminta oleh Allah untuk dikurbankan. Semula dia ragu. Sebab perintah itu hadir lewat mimpi. Mungkin hanya kembang tidur. Tetapi mimpi itu berkali-kali datang.
Hatinya gundah. Tegakah dia menyembelih anaknya sendiri? Kenapa Tuhan meminta kurban anak manusia seperti  praktik ritual agama pagan yang dilakukan penguasa  Namrud? Bukankah selama ini dia menentang perilaku dholim raja Babilonia itu?
Kini Allah justru memintanya memberi persembahan kurban manusia. Dan kurban itu adalah anaknya sendiri. Anak satu-satunya. Anak yang diberi Allah di usia tuanya. Betapa beratnya perintah yang seolah-olah mengusik kebahagiaan.
Perintah itu datang ketika dia berada di tanah Mekkah bukan di Babilonia. Jarak dua negeri ini sangat jauh tetapi praktik ritual persembahan kurban terjadi  di masyarakat mana pun di zaman itu.
Praktik persembahan kurban realitasnya hingga kini tidak pernah hilang. Ritual itu telah bermetamorfosis dalam bentuk yang lain.  Pemimpin-pemimpin  atas nama demokrasi dan kepentingan politik justru mengerahkan rakyat sebagai kurban dan menggiringnya menuju penjagalan di altar kekuasaan.
 Kurban-kurban manusia ditumpuk membentuk piramida kekuasaan untuk pendakian sang pemimpin menuju puncak kursi jabatan.
Di zaman peralihan Orde Lama ke Orde Baru berapa juta rakyat mati untuk membangun piramida kekuasaan Soeharto? Bahkan selama Soeharto berkuasa kurban-kurban masih terus ditumpuk untuk persembahan stabilitas politik, keamanan, dan ekonomi.
Peralihan ke zaman Reformasi pun manusia masih dikurbankan untuk kepentingan perubahan politik orang yang ingin berkuasa.
Tradisi kurban politik seperti ingin terus dilanggengkan dalam ritual pemilihan umum. Rakyat dirayu agar memberikan suaranya dengan janji-janji kemakmuran dalam kampanye. Setelah kekuasaan didapat, janji tinggallah janji. Rakyat tetap miskin tercekik harga yang naik.
Sekarang rakyat menjadi pragmatis. Mereka merelakan diri menjadi kurban dengan meminta suap kepada calon pemimpin. Sebab mereka tidak percaya lagi dengan janji kampanye. Rakyat ingin janji yang instan. Karena itulah bangunan piramida kekuasaan sekarang ini sangat rapuh. Karena dibangun dengan suap.
Saatnya kita kembali membaca sejarah Ibrahim. Dia adalah orang yang  mengurbankan sesuatu yang sangat dicintainya.  Sikap seperti ini muncul hanya dari jiwa radikal dan esktrem.

Ingin Menang, Pelajari Tradisi



Ayat dalam surat Al Quraisy bisa ditafsirkan sebagai  dorongan agar mempelajari kebiasaan, tradisi masyarakat, sistem politik, musim, cuaca, agar mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Data dari tradisi atau sistem politik menjadi bahan untuk menyusun strategi taktik dakwah.
                Demikian ringkasan Kajian Tafsir Al Quran Berdasarkan Turunnya Wahyu dengan Pendekatan Strategi Taktik oleh KH Sachrodji Bisri di Pesantren Mahasiswa Rausanfikr Surabaya, Sabtu, 10 Juni 2017.
                Ayat awal li ilafi Quraisy  ilafihim rihlatassitai wassoib. Kata ilaf artinya tradisi, kebiasaaan, aturan. Setiap masyarakat mempunyai kebiasaan, tradisi, dan aturan untuk menjaga ketertiban. Kebiasaan itu menyangkut berbagai kehidupan manusia mulai lahir, besar, bekerja, hidup dan mati.
                ”Ayat ini dimuat Al Quran adalah perintah agar Nabi Muhammad mempelajari aturan dan tradisi suku Quraisy, suku dimana Nabi berasal dan hidup bersamanya,” kata Bang Oji, panggilan akrab KH Sachrodji Bisri. Mengkaji tradisi Quraisy diperlukan untuk menyampaikan misi Islam ke masyarakat.
                Ayat ini, kata Bang Oji, selama ini hanya diditafsiri  sebagai kebiasaan perjalanan dagang penduduk  jazirah Arab. Musim panas para saudagar berdagang ke utara menuju  Suriah, dan musim dingin ke Yaman di selatan.
                 ”Selain perjalanan dagang, ayat ini juga bisa ditafsirkan pelajari sistem politik, sistem sosial masyarakat jika kita ingin menguasai masyarakat atau politik,” ujar Bang Oji.
                Contoh, tradisi kabilah-kabilah Arab menghormati hukum perlindungan seseorang atas suku.   Karena itu Abu Tholib melindungi Nabi bukan semata karena hubungan paman-kemenakan tapi  kepala suku melindungi anggota klan keluarga.
                Nabi Muhammad ketika kehilangan perlindungan dari Bani Hasyim sepeninggal Abu Thalib mencoba mencari suaka ke Thaif tapi ditolak. Kemudian dilindungi oleh suku Khuza’ah  sehingga aman dari gangguan kafir Quraisy. Padahal orang Khuza’ah masih kafir.
                Dari sejarah ini, kata Bang Oji, memanfaatkan, tradisi, hukum kafir untuk kepentingan dakwah Islam dibolehkan dalam kacamata strategi taktik.Manfaatkan sistem sosial atau sistem politik untukmenumbuhkan gerakan misi Islam.
                Bang Oji mencontohkan, Islam Jamaah setelah dibubarkan pemerintah kemudian berlindung ke Golkar untuk bertahan hidup  menjadi Lemkari. Sekarang organisasi ini tetap hidup dengan nama LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia). Ahmadiyah ketika divonis organisasi sesat dan harus bubar kemudian berlindung ke satu partai juga.
                ”Hizbut Tahrir bisa pula mencari perlindungan ke partai politik agar tetap bertahan setelah dibubarkan pemerintah,” katanya. ”Khilafah itu cita-cita ideal aktivis Islam. Tapi di negara ini khilafah bertentangan dengan sistem politik. Jadi bertarung dengan kepentingan politik yang berkuasa sekarang. Maka susunlah strategi taktik dengan mempelajari sistem politik, demokrasi dan Pancasila,” sambung Bang Oji.
                Jika telah mengambil manfaat dari kajian tradisi dan mendapat hikmah dan kemenangan, selanjutnya falya’budu rabbal hadzalbait, maka sembahlah Tuhan pemilik rumah ka’bah. Artinya jangan lupakan Tuhan setelah diberi kemenangan.
                Sebab ayat selanjutnya menerangkan aladzii ath’amahum min ju’ wa amanahum min khauf. Allah yang memberi makan mereka saat lapar dan memberi keamanan mereka saat takut. ”Kesimpulan akhir , orang Islam rajinlah beraktivitas sosial di tempat kita hidup. Bermanfaatlah untuk lingkungan dan jangan membuat susah orang,” pungkas Bang Oji. (sgp)