Ketegangan hubungan bilateral antara Indonesia – Malaysia belakangan ini sering terusik. Setelah sengketa Pulau Sipadan – Ligitan, lalu perairan Blok Ambalat, penyiksaan TKW/TKI dan kini penganiayaan polisi negara itu terhadap wasit karate Indonesia Donald Luther Kolopita tanpa alasan yang jelas.
Sebagai negara serumpun dan bertetangga semestinya hubungan bilateral itu didasari oleh sikap saling menghargai dan menghormati. Karena kalau hidup bertetangga tidak rukun bakal menciptakan keresahan di antara warganya.
Kejadian perlakuan orang-orang Malaysia terhadap warga Indonesia itu tak lepas dari stigma buruk yang sudah tertanam di pikiran orang Malaysia. Stigma itu muncul memang tak lepas dari gambaran orang Indonesia sendiri yang ditangkap warga Malaysia. Misalnya ketrampilan orang Indonesia hanya sebagai tukang dan babu seiring makin besarnya minat TKI ke negeri itu. Lantas imigran Indonesia di Malaysia sering tertangkap berbuat kriminal.
Gara-gara stigma itu maka orang Malaysia yang suka menyebut dengan ringkas kata Indonesia menjadi Indon kini juga terkesan melecehkan, menghina, merendahkan, mengejek. Padahal dulu sebutan seperti itu biasa saja, netral tanpa bermaksud merendahkan.
Ini memang ironis sebab Indonesia adalah negara yang besar di kawasan Asia Tenggara tapi justru menjadi ejekan di negara tetangga. Contohnya mantan PM Lee Kuan Yew begitu lantang dan tanpa takut bicara Indonesia sebagai sarang teroris dan negara korupsi.
Itu terjadi karena meskipun negara seperti Malaysia dan Singapura itu kecil tanpa kemajuan ekonominya lebih baik daripada kita sehingga membuat rasa percaya diri rakyat dan pemimpin negara itu untuk berhadapan dengan Indonesia yang makin amburadul tatanan politik dan ekonominya. Mereka merasa superior.
Akibatnya meskipun Indonesia negara besar tapi dapat dikalahkan dalam diplomasi misalnya kasus sengketa Pulau Sipadan-Ligitan yang dimemangkan Malaysia atau perjanjian ekstradisi dan pertahanan dengan Singapura yang lebih banyak mendikte kita. Belum lagi prestasi di bidang olahraga atau pertanian ternyata Indonesia juga kalah bersaing dengan Vietnam.
Contoh lain seperti perjanjian pengiriman TKI dengan Malaysia banyak merugikan TKI karena ternyata selama bekerja paspor ditahan majikan. Akibatnya kalau majikan curang tidak mau membayar gaji, mereka dapat saja lapor ke polisi ada TKI ilegal tanpa dokumen di tempatnya.
Kejadian yang dialami wasit Donald Kolopita sebenarnya juga banyak menimpa orang Indonesia lainnya meskipun sebagai turis atau delegasi negara. Kejadiannya pasti di malam hari saat warga Indonesia itu jalan-jalan lantas dicurigai sebagai TKI illegal. Dan polisi setempat pun ada yang langsung berprasangka buruk atau memang berniat nakal ingin mendapat uang dengan menakut-nakuti orang Indonesia yang keluar malam lebih-lebih meninggalkan dokumen di hotel.
Untuk memperbaiki kondisi ini maka pemerintah Indonesia harus bisa mengubah stigma bahwa bangsa Indonesia ini bangsa budak, buruh, tukang, atau pelaku kriminal. Tugas pertama adalah memperbaiki ekonomi sehingga membuka peluang kerja bagi rakyatnya sendiri sehingga tidak perlu mencari uang di luar negeri.
Para politikus segera hentikan kebiasaan berpolemik, berdebat, tanpa dasar dan tujuan jelas dan membuang energi. Para pemimpin bangsa bekerjalah dengan sungguh-sungguh untuk kesejahteraan rakyat bukan hanya menumpuk harta dengan meminta suap atau korupsi. Ingatlah, negeri ini besar dan kaya tapi rakyatnya sudah lama menderita kemiskinan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar