Minggu, 30 September 2007

Komisi Yudisial

KOMISI Yudisial (KY), lembaga pengawas para hakim itu tersandung masalah. Salah satu anggotanya, Irawady Joenoes, diduga menerima suap atau fee pembelian tanah untuk kantor lembaga itu sendiri. Lantas orang pun berpikir kalau lembaga pengawas hakim pun terlibat suap apakah lantas diperlukan lembaga pengawas para pengawas?
Itu memang pertanyaan lucu dan kalau dituruti tidak akan menyelesaikan perkara suap dan korupsi di negeri ini. Kasus ini menggambarkan sudah begitu parahnya perkara suap di sini. Sudah mengakar mulai lapisan atas hingga ke rakyat jelata.
Meskipun kita tetap berpegang pada asas praduga tak bersalah atas kasus Iraway Joenoes ini, tapi kejanggalan tetap membuat kita bertanya-tanya kenapa Irawady Joenoes menerima sejumlah uang dari pemilik tanah yang dibeli. Boleh jadi itu uang fee makelar yang biasa dipraktikkan dalam jual beli tanah.
Kalau benar dugaan itu sebetulnya uang itu sah tapi tidak etis untuk seorang anggota Komisi Yudisial menerimanya. Di sinilah letak ujian terberat bagi aparat penegak keadilan di Indonesia. Berat agar tidak tersentuh iming-iming duit yang banyak tersebar di dunia makelar. Makelar tanah maupun makelar peradilan.
Kejanggalan lain adalah informasi yang disampaikan kepada KPK soal penyerahan uang kepada Irawady. Kemungkinan besar informasi itu berasal dari orang KY sendiri. Kalau itu benar maka ada persaingan tidak sehat untuk saling menjatuhkan.
Kasus ini juga membuat masyarakat kian pesimistis. Kalau anggota KY saja bisa menerima uang suap, apalagi para hakim, jaksa, polisi yang selama ini dinilai punya reputasi paling buruk di dunia perdagangan keadilan. Ini merupakan tamparan keras bagi KY untuk menjalankan fungsi dan tugasnya mengawasi para hakim.
Dengan kasus ini tentu bakal banyak cemoohan dan ledekan terhadap KY ketika berusaha mengoreksi sejumlah keputusan hakim yang janggal. Rupanya inilah ujian dan tantangan bagi anggota KY agar bersungguh-sungguh menegakkan keadilan. Rupanya selama ini mereka masih bermain-main saja dalam menjalankan fungsi pengawasan. Atau jangan-jangan ada anggota KY selama bertugas berlagak bersih, anti suap, dan aji mumpun. Maka kali ini dibongkar untuk diberi peringatan.
Kita cuma berharap terkuaknya kasus ini harus menjadi pelajaran bagi pejabat negara agar tidak mempermainkan tugas dan kewenangannya untuk bersentuhan dengan uang.
Sekaligus dari kasus ini menjadi pelajaran bagi DPR selektif menyeleksi pejabat negara yang dibebankan kepadanya. Jangan karena kedekatan dengan partai dan perorangan lantas dipilih sehingga terbukti orang-orang yang terseleksi tidak bertanggung jawab.
Kita memang kecewa dengan Irawady Joenoes namun bukan berarti setuju KY lebih baik dibubarkan. Lembaga itu memang sudah cacat tapi tetap diperlukan untuk mengontrol proses peradilan yang sudah sangat buruk di negara ini. Yang cacat diamputasi saja sebab masih ada anggota lain masih yang berfungsi baik. (*)
.

Tidak ada komentar: