Selasa, 18 September 2007

Membangun Ibukota Baru

Pemerintah Malaysia menyadari Kuala Lumpur yang makin padat, macet, dan banjir tak selamanya dipertahankan menjadi ibukota negara. Salah satu cara mengurangi kepadatan kota itu dengan memindahkan ibukota ke Putrajaya.

Ketika awal tahun lalu Jakarta kebanjiran, muncul lagi gagasan untuk memindahkan ibukota Indonesia itu ke tempat lain yang lebih aman. Pikiran membangun ibukota baru itu bukan yang pertama memang. Presiden Soekarno dulu pernah berpikir ibukota negara semestinya terletak di titik tengah agar mudah menjangkau seluruh negeri. Pilihannya waktu itu di Kalimantan. Tapi ide itu tidak terwujud, Soekarno keburu lengser.
Di zaman Presiden Soeharto gagasan membuat ibukota hampir direalisasi dengan dipilihnya daerah Jonggol, Bogor. Tapi gagasan ini diributkan banyak orang karena investornya melibatkan keluarga Cendana akhirnya menjadi telantar.
Malaysia lebih beruntung karena tanpa ribut-ribut kini sudah mempunyai ibukota baru yakni Putrajaya. Ibukota baru ini terletak 25 km di selatan Kuala Lumpur yang dihubungkan dengan jalan tol. Ibukota baru ini masih terletak di negara bagian Selangor sekarang menjadi pusat administrasi pemerintah federal. Sedangkan Kuala Lumpur diarahkan menjadi kota bisnis dan keuangan.
Dari Kuala Lumpur International Airport (KLIA) Sepang, selain lewat jalan tol, juga dapat dicapai dengan kereta cepat yang butuh waktu tak kurang dari 15 menit. Jalur kereta KLIA Transit ini dibangun sejak 2002.
Gagasan membangun ibukota baru ini muncul akhir 1980-an semasa Perdana Menteri Mahathir Mohammad. Secara bertahap perencanaan kota dibuat dan gedung-gedung pemerintahan mulai dibangun. Hingga pada 1995 ibukota ini diresmikan dengan membentuk Perbadanan Putrajaya, semacam badan otorita, yang mengurusi kota ini.
Kini kantor perdana menteri dan semua kementerian sudah pindah di sini termasuk rumah dinas pejabatnya. Ada kemungkinan seluruh kantor kedutaan negara asing juga bakal dipindah di sini.
Putrajaya yang dibangun di atas tanah kosong dirancang sebagai kota modern, canggih, dan nyaman dengan pengendalian dari Perbadanan Putrajaya. Kota ini juga bagian dari Multimedia Super Corridor dengan kota Cyberjaya yang terletak di sebelah barat dengan peralatan teknologi multimedia. Semua data administrasi antar departemen sudah dikomputerisasi sehingga memungkinkan interaksi dan komunikasi antar departemen terhubung lewat jaringan elektronik saja.
Sebesar 40% wilayahnya merupakan ruang terbuka hijau berupa taman, kebun botani, dan danau sehingga ibukota ini mempunyai motto sebagai Garden City, Intellegent City.
Nama Putrajaya itu merujuk kepada nama akhir perdana menteri pertama Tunku Abdul Rahman Putra. Maka Putrajaya kurang lebih bermakna kemenangan sang pangeran.
Luas kota sekarang ini 4.581 hektare atau 45 km persegi. Dirancang untuk ditinggali 350.000 orang tapi jumlah penduduk sekarang ini baru 54.000 orang.

Dua Wilayah
Kawasan Putrajaya dibagi menjadi dua area yakni wilayah inti dan pinggiran yang dipisahkan oleh danau (tasik). Wilayah inti seluas 1.069 hektares dimana berdiri gedung pemerintahan, pusat bisnis, pusat budaya, dan rekreasi. Daerah pinggiran lebih banyak berisi permukiman berupa apartemen dan rumah berbagai ukuran. Sekarang sudah terbangun 67.000 rumah.
Menurut Mukhtar Mahyat, pengusaha biro travel di Kuala Lumpur, harga rumah paling murah di Putrajaya sekitar 200.000 ringgit atau Rp 520 juta. Sedangkan sewa apartemen mencapai 600 ringgit (sekitar Rp 1,5 juta) per bulan. Sekarang ini sedang dibangun beberapa rumah mewah di pinggiran danau.
Kota ini dibangun dengan citarasa tinggi. Bergaya Eropa dan Mediteranian. Jalan-jalan yang lebar seperti landskap kota di Eropa. Arsitektur bangunan ada yang bergaya mediteranian dengan kubah besar seperti di gedung Perdana Putra, Gedung Pengadilan, dan Masjid Putra.
Gedung Perdana Putra adalah kantor Perdana Menteri Ahmad Badawi. Gedung ini dibangun mirip kantor lama di Kuala Lumpur. Kubahnya berwarna hijau polos. Sangat gagah kalau dipandang dari Lapangan Putra di depannya. Kompleks ini menjadi pintu gerbang memasuki kota Putra Jaya. Rumah dinas perdana menteri berada di utaranya menyeberangi danau di kompleks Sri Perdana. Rumah dinas ini dibuka untuk turis pada siang hari.
Cara paling cepat menikmati kota ini dengan naik perahu wisata menyusuri tasik (danau). Dermaga Cruise Tasik berada dekat Masjid Putra, persis di bawah Jembatan Putra. Masjid dan jembatan ini bergaya Persia. Ada dua perahu yang dapat dipilih perahu boat dengan 20 penumpang atau menyewa perahu kayu kecil yang romantis seperti di Venesia.
Tasik ini sepertinya berfungsi penampung air hujan. Dibuat besar mengitari beberapa dataran. Pemandangan dari tasik memang lebih indah seperti kubah dan menara masjid menjulang berwarna pink. Beberapa bangunan menarik dapat dinikmati dari sini. Seperti jembatan Seri Wawasan yang mirip jembatan Point du Normadi di Prancis, kantor PM, Millenium Monument, gedung kementerian, rumah, apartemen, hingga Putrajaya International Convention Center (PICC) yang atapnya mirip Gedung DPR kita. Tapi orang setempat menyebutnya gedung topi koboi. Setidaknya sudah ada enam hotel berbintang berdiri seperti Shangri-La dan Marriot.
Di antara penduduk Putrajaya ternyata ada TKW kita. Mereka ini bekerja di beberapa restoran di dermaga Cruise Tasik. Ada yang dari Lampung, Blitar, dan Jawa Barat. Mereka tinggal di rumah majikannya. (*)
.

Tidak ada komentar: