Senin, 17 September 2007

Nurdin Halid

KASUS Nurdin Halid telah menampar presiden, DPR, KPU, dan Partai Golkar. Ini gambaran bagaimana tidak cermatnya sistem administrasi negara yang dijalankan oleh para politikus. Sebab sehari setelah dilantik menjadi anggota DPR menggantikan Menteri Hukum dan HAM, Andi Mattalata, lantas terbit vonis Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman dua tahun penjara dan denda Rp 30 juta terhadap Nurdin Halid atas kasus korupsi pengadaan minyak goreng yang merugikan negara Rp 169 miliar.
Akibatnya kasus itu sekarang menjadi isu politik yang rumit. Sebab seseorang yang telah divonis pengadilan bersalah atas tindak pidana maka tidak boleh menjabat anggota DPR. Karena itu harus dicari jalan keluar yang cepat dan tidak memalukan untuk mengatasi kondisi ini.

Tidak perlu ada perdebatan sengit untuk menarik Nurdin Halid dari anggota DPR yang hanya berumur sehari itu harus ada izin dari presiden. Sebab semua sudah dipermalukan. Perdebatan hanya menambah malu karena hal itu dapat dinilai sebagai upaya cuci tangan dan mencari orang yang paling bersalah dalam proses pergantian antar waktu ini.
Sebelum dilantik menjadi anggota DPR pergantian antar waktu, kasus Nurdin Halid dalam kapasitas Ketua Umum Koperasi Distribusi Indonesia yang mendapat tender pengadaan minyak goreng pada bulan puasa tahun lalu sebetulnya masih dalam proses kasasi ke MA. Pengurus Partai Golkar, pimpinan DPR, maupun pejabat pemerintah tentu mempunyai catatan ini.
Bila memakai akal sehat semestinya pengurus Partai Golkar tidak harus terburu-buru mengusulkan nama Nurdin Halid untuk segera dilantik walaupun berdasarkan nomor urut calon legislatif di daerah pemilihannya dia paling berhak menggantikan Andi Mattalata. Seharusnya pengurus Partai Golkar mempertimbangkan kasus yang sedang berjalan ini.
Mungkin saja pengurus Partai Golkar sangat yakin Nurdin Halid lolos dalam kasasi MA untuk kasus ini sama seperti vonis bebas saat di Pengadilan Negeri.
Sikap seperti itu sama halnya dengan meremehkan proses hukum. Bahkan seperti ada indikasi dapat memainkan hukum sehingga pengurus Partai Golkar tetap mengajukan nama Nurdin meskipun masih bermasalah.
Lebih runyam lagi pimpinan DPR dan pejabat pemerintah sama tidak telitinya memeriksa kasus ini. Atau apakah karena Ketua DPR dipegang Agung Laksono dan di pemerintah ada Wakil Presiden Jusuf Kalla yang petinggi Golkar sehingga pengajuan nama Nurdin Halid tidak menemui hambatan? Boleh jadi faktor ini banyak berpengaruh.
Sekarang semuanya tepercik getahnya akibat meremehkan proses hukum. Maka kali ini penegakan hukum harus dijalankan dengan konsekuen tidak peduli pejabat negara dan orang Golkar. Semua politikus harus menghormati putusan hukum.
Hanya ada dua jalan keluar terbaik sesuai aturan mengatasi kasus memalukan ini. Pertama, Partai Golkar merecall Nurdin Halid. Kedua, Nurdin Halid segera mengundurkan diri.
Karena itu kemunculan Nurdin Halid akan membantu penyelesaian kasus ini dalam waktu cepat. Bukan malah bersembunyi dan menyelesaikan masalah di bawah permukaan. (*)
.

Tidak ada komentar: