Senin, 05 November 2007

Spekulasi Aliran Sesat

Munculnya beberapa aliran menyimpang dari Agama Islam belakangan ini seperti Al Qiyadah Al Islamiyah dan Quran Suci memunculkan spekulasi bahwa semua itu merupakan rekayasa dari kelompok tertentu dengan target tertentu pula. Tak kurang tuduhan itu muncul dari Ketua PBNU, Hasyim Muzadi dan Said Agil Siradj serta Sekjen MUI, Ichwan Syam.

Tuduhan itu bisa benar tapi dapat juga salah. Bagi penggemar teori konspirasi tentu langsung berkesimpulan semua peristiwa itu bukan kebetulan semata tapi masih satu rangkaian dari kasus lain dalam grand design yang dibuat pihak tertentu untuk tujuan tertentu pula.
Munculnya dugaan adanya konspirasi dalam perkara aliran menyimpang ini dapat dibenarkan berdasarkan pengalaman politik di masa Orde Baru, ada fakta pihak intelijen menciptakan kelompok-kelompok ekstrem dan menyimpang untuk memberangus aktivis muslim yang mengritik pemerintah.
Komando Jihad misalnya yang dijadikan senjata Orde Baru untuk menangkapi aktivis dai dan menyudutkan gerakan militansi muslim, menurut data ternyata pimpinannya seperti Dodo Muhammad Darda (putra Kartosuwiryo), Tahmid Rahmad Basuki, juga Adah Djaelani Tirtapraja (Ma'had Al Zaitun), Rahmat Basuki (pelaku pengeboman BCA), Amir Fatah, H Ismail Pranoto, Danu Muhammad Hasan adalah binaan Ali Moertopo yang sengaja merekrut tahanan anggota DI/TII.
Kelompok radikal walaupun berbahaya tapi justru menjadi sangat mudah dikendalikan dan dapat dimainkan untuk kepentingan orang. Sebab psikologi kaum radikal adalah psikologi orang marah dan kebencian yang sangat mudah dihasut dan dibohongi lalu dijadikan pion untuk mengikuti apa saja kemauan dan arahan penyuruhnya sekaligus bisa dikorbankan dengan mudah tanpa menimbulkan kerugian yang berarti.
Setelah dibina lantas mereka dibebaskan bergerak dengan idealismenya maka muncullah peristiwa teror seperti pemboman BCA, penyerbuan kantor polisi di Cicendo, pembajakan pesawat Woyla, peledakan Borobudur. Ketika semua pelakunya ditangkap semua ketahuan mereka mantan anggota DI/TII binaan Opsus Ali Murtopo. Tapi pemerintah sudah berhasil menciptakan stigma adanya kelompok radikal Islam yang perlu dibasmi dan dapat dibenarkan orang-orang yang dicurigai harus dikejar dan ditangkap.
Tidak cukup hanya menciptakan kelompok radikal, gerakan intelijen juga masuk ke wilayah partai politik dan organisasi masyarakat untuk menempatkan orang yang mendapat restu pemerintah ataumenempatkan orang untuk mengadu domba. Tujuannya satu agar semua partai dan organisasi dalam kendali pemerintah.
Kasus Bom Bali yang melibatkan Amrozi, Ali Gufron, Ali Imron, dan Imam Samudera juga tak lepas dari praduga konspirasi pihak intelijen seperti ini. Sebab bermula dari bom itulah lantas semua aktivis muslim dikejar dan ditangkapi dengan alasan perang terhadap terorisme. Padahal ada keganjilan yang patut dipertanyakan seputar kemampuan pelakunya membuat bom sedahsyat itu.
Kali ini pihak yang dicurigai memainkan gerakan intelijen adalah Amerika Serikat (AS) yang memimpin perang anti terorisme di seluruh dunia setelah terkejut menara kembar WTC di New York runtuh. Sejak peristiwa yang dikenal sebagai 11 September (9/11) itulah AS mulai memberangus gerakan Islam radikal sekaligus menjinakkan Islam.
Maka negara yang kemudian menjadi korban adalah Afghanistan, Irak dan kini mengincar Iran.
Indonesia setelah kasus Bom Bali malah mendapatkan bantuan besar untuk pendidikan Islam baik dari AS maupun sekutunya, Australia. Pesantren, madrasah, sekolah muslim, dan LSM mendapatkan bantuan dana sangat besar untuk program memoderatkan pandangan kaum muslim. Guru dan murid sekolah Islam menikmati program muhibah setahun hidup di AS. LSM yang menyebarkan paham pluralisme agama pun disokong biaya.
Selain kegiatan-kegiatan resmi dan tampak intelek seperti itu, orang juga menduga tentu ada program tak resmi yang tak perlu tampak intelek sebagai gerakan intelijen dengan memasang orang, menggerakkan pion-pion untuk mengadu domba, membingungkan dan pendangkalan akidah umat.
Misalnya saja dengan memunculkan kelompok penganut aliran menyimpang dari Islam seperti Al Qiyadah Islamiyah atau Quran Suci. Dari penelusuran yang dilakukan Forum Umat Islam ada data sumber dana dari negara tertentu. Maka bertambahlah kecurigaan bahwa kelompok ini memang sengaja dibuat oleh pihak tertentu. Apa tujuannya? Untuk menjelekkan Islam, mengadu domba, dan mendangkalkan akidah.
Logika ini ada benarnya sebab setelah muncul kelompok menyimpang ini di masyarakat akhirnya terjadi perdebatan antara kelompok pembela yang mengatasnamakan hak asasi manusia dan penentangnya yang mendasarkan pada asasi ajaran agama. Targetnya boleh jadi adalah untuk menciptakan wacana hak orang boleh meyakini agamanya menurut tafsirannya sendiri.
Kalau merujuk sejarah, berkembangnya aliran Ahmadiyah dari Lahore, Pakistan, ternyata juga tidak lepas dari peran kolonial Inggris yang memakai pemimpin kelompok itu untuk menjinakkan dan mengadu domba kaum muslim yang memberontak.
Spekulasi lain atas munculnya aliran menyimpang adalah sekadar test case untuk rakyat menjelang Pemilu 2009. Setelah peristiwa itu dimunculkan diharapkan mendapatkan umpan balik reaksi masyarakat. Data ini diperlukan untuk menganalisis sejauh mana kestabilan masyarakat menghadapi pemilu.
Model test case seperti ini umum terjadi menjelang peristiwa besar seperti isu dukun santet di Banyuwangi menjelang reformasi. Bahkan isu hantu kolor ijo dicurigai bagian dari konspirasi intelijen.
Al Qiyadah Al Islamiyah dicurigai bagian dari rencana ini karena ada keganjilan seperti nama Ahmad Moshadeq yang tiba-tiba muncul, lalu sebagai gerakan baru tiga tahun sudah mengklaim jumlah jamaahnya banyak dan menyebar di penjuru kota. Itu hanya dapat dilakukan oleh orang yang punya karisma dan kapasitas kepemimpinan luar biasa atau dibantu orang tertentu yang sudah punya jaringan.

Ratu Adil
Memang tidak selalu penganut teori konspirasi benar. Sebab ada kalanya sebuah peristiwa aliran menyimpang muncul spontan, berdiri sendiri, tanpa kaitan atau rekayasa pihak lain. Namun kasus itu menjadi makin rumit ketika ditafsiri oleh pengamat lalu dikait-kaitan dengan masalah tertentu dan dipolitisasi.
Munculnya kelompok ajaran agama menyimpang dalam kaca mata sosiologi berkaitan dengan kondisi orang atau masyarakat yang merasa sengsara, terhina, baik dari segi ekonomi, sosial dan politik dan berharap ada pemimpinan luar biasa yang mampu membebaskan. Pemimpin yang ditunggu kedatangannya itulah kemudian disebut Ratu Adil, Imam Mahdi, atau Satria Piningit.
Sebetulnya ini hanya pelarian orang karena tidak mampu mengubah kondisinya untuk mendapatkan sesuatu yang ideal. Dulu Soekarno disebut-sebut juga sebagai Ratu Adil yang ditunggu-tunggu itu membebaskan rakyat dari penjajah. Soeharto berusaha membangun karisma Ratu Adil dengan sistem politik totaliternya. Dan dulu juga ada yang percaya Susilo Bambang Yudhoyono adalah Satria Piningit yang dinantikan itu untuk memimpin bangsa ini dari keterpurukan setelah reformasi. Tapi satria itu kini malah dicaci-maki, dituduh tidak tegas, dan hanya tebar pesona saja.
Melihat apa yang diajarkan Al Qiyadah Al Islamiyah boleh jadi ini sekadar ulah Ahmad Mushadeq yang setelah laku spiritual lantas mengklaim dirinya Al Mahdi. Kisahnya menjadi makin menyakinkan ketika dibalut dengan tafsir-tafsir Alquran sehingga ada rujukan pembenar.
Ajarannya yang sangat ringan menjalankan ibadah dibandingkan ajaran Islam aslinya tentu saja menarik minat orang-orang yang ingin tetap Islam tapi terbebas dari kewajiban ibadah. Mungkin boleh dikatakan pengikut kelompok ini adalah orang yang ingin tetap dianggap Islam tapi boleh tidak menjalankan salat, puasa dan haji dan Ahmad Mushadeq mampu memainkan kebutuhan itu dengan tafsir agama dan pengakuan dia sebagai rasul yang menerima wahyu Tuhan.
Jadi dengan kondisi demikian jangan dikira hanya orang awam yang bodoh saja yang mau jadi pengikutnya. Justru kaum terpelajar dan kaya banyak mengikuti karena memang tujuannya ingin bebas dari kewajiban agama. Mereka adalah orang-orang yang nyentrik.
Kondisi ini sama dengan pengikut kelompok Salamullah Lia Aminuddin yang sudah bosan melihat kekerasan dan pertikaian antar agama lantas mengaku sebagai jibril yang mengajarkan kedamaian dengan menggabungkan ritual semua agama. Di kelompok ini anggotanya mendapat kedamaian yang tidak didapatkan di dunia luar. (*)
.

Tidak ada komentar: