Rabu, 18 Juni 2008

Pembersihan Kejaksaan Agung

KASUS suap yang melibatkan jaksa Urip Tri Gunawan dan Artalyta Suryani makin menguak bukti bahwa mafia peradilan bukan rumor belaka tapi benar-benar ada. Dari bukti di persidangan terungkap jual beli hukum itu dilakukan mulai jaksa hingga jaksa agung muda.
Padahal kabarnya para jaksa yang bekerja di Kejaksaan Agung adalah saringan dari para jaksa yang punya integritas dan komitmen pada penegakan hukum ternyata juga tidak steril dari suap apalagi jaksa di daerah.
Persidangan kasus Artalyta Suryani itu bukan sekadar membuktikan kesalahan terdakwa tapi sekaligus membuktikan moralitas dan kredibilitas para pejabat di Kejakgung telah runtuh.
Karena itu wajar kalau Presiden Susilo Bambang Yudhoyono langsung memerintahkan agar pejabat Kejaksaan Agung dirombak dengan mengganti pejabat lama yang tersangkut suap itu dengan pejabat baru yang bersih.
Jaksa Agung Hendarman Supandji sebenarnya sudah bertindak cepat mencopot Jampidsus Kemas Yahya Rahman dan Direktur Penyidikan M. Salim menjadi non job begitu terjadi penangkapan terhadap jaksa Urip Tri Gunawan. Tapi bukti di persidangan ternyata memunculkan nama Jamdatun Untung Udji Santoso dan Jamintel Wisnu Subroto sebagai pejabat yang patut dicurigai juga terlibat masalah suap ini.
Selain itu bukti rekaman penyadapan telepon menunjukkan intensitas keterlibatan pejabat kejaksaan agung sehingga masyarakat merasa mencopot dari jabatan tidaklah cukup tapi harus mengadili mereka karena telah merancang lolosnya penggerogot uang negara Syamsul Nursalim dalam kasus BLBI Bank Dagang Nasional Indonesia.
Terungkapnya kasus suap ini sudah sepantasnya seluruh pejabat Kejaksaan Agung diganti dan pejabat baru membuka kembali kasus-kasus deponering (penghentian) perkara Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang dihentikan karena suap.
Pembukaan kembali itu perlu dilakukan untuk mengembalikan kredibilitas Kejakgung dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum. Tentu saja setelah Kejaksaan Agung dibersihkan, presiden harus membersihkan pula aparat penegak hukum lain seperti polisi dan kehakiman yang juga belum steril dari kasus suap. Apalah artinya kalau kalau jaksa disikat tapi polisi dan hakim masih leluasa bermain-main jual beli pasal-pasal hukum.
Penegakan hukum secara adil dan bersih sudah saatnya dilakukan untuk mengimbangi pembangunan demokrasi. Sebab demokrasi tanpa penegakan hukum adalah negara yang pincang dan membuat rakyat tetap frustrasi. (*)
.

Tidak ada komentar: