Senin, 02 Juni 2008

Kegilaan Tung Desem

Tung Desem Waringin, motivator miliader itu membuat sensasi dengan menyebarkan uang senilai Rp 100 juta dari pesawat di Stadion Baladika Kesatrian, Serang, Banten, Minggu. Bagi-bagi duit itu sebagai tanda terbitnya buku terbarunya ‘Marketing Revolution’ sekaligus berniat menyindir orang-orang yang suka menyebar uang tapi tidak tepat sasaran.
Niat Tung memang baik, membagi uang kepada rakyat. Apalagi Tung orang kaya raya sehingga Rp 100 juta yang disebar itu hanyalah sejumput jari saja dari tumpukan uang dan hartanya. Bayangkan saja dia pernah membelikan istrinya mobil seharga Rp 1 miliar lebih yang uangnya diambil dari bunga depositonya.
Tapi cara Tung Desem Waringin menyebar uang dari udara itu menjadi keprihatinan. Mengapa dia tidak membagikan uang itu dengan cara yang santun dan menghormati harga diri orang miskin? Misalnya dia mendatangi rumah-rumah di kampung miskin mengulurkan uang itu lewat tangannya sendiri.
Namun yang sudah terjadi Tung memilih menyebarkan uang dari udara. Bagi Tung uang seratus juta itu sama nilainya dengan kertas pamflet yang disebarkan dari udara yang tak pernah disesali kalau ada selembar uang yang hilang, robek, atau jatuh di sungai.
Dan bisa jadi dia bergembira melihat orang-orang mulai laki, perempuan, anak-anak berebut uang di lapangan. Menyaksikan orang-orang miskin yang saling dorong, menginjak, atau cakar-cakaran untuk berebut uang yang berjatuhan ke tanah. Dikabarkan ada orang yang sampai pingsan dalam rebutan uang itu karena didesak kerumunan orang.
Kemarin Stadion Baladika Kesatrian telah berubah menjadi seperti lapangan gladiator yang menjadi ajang memuaskan kegilaan penguasa Romawi.
Kalau benar Tung Desem bergembira dengan caranya itu boleh jadi dia sudah mengidap sakit jiwa dalam puncak kesuksesannya kini. Yaitu bangga melihat orang lain menderita, bersusah payah dalam berebut uang miliknya. Niat sesungguhnya dari Tung dengan menyebarkan uang itu bukan membantu orang miskin tapi memang ingin mencari sensasi, kepuasan dan kesenangan diri, untuk memenuhi hasrat kegilaannya yang mulai muncul.
Orang berebut uang di lapangan pasti mengabaikan harga diri, perasaan malu, lantas menunjukkan kemampuan bersaing, kecerdikan, bahkan keserakahan. Berebut uang dengan cara seperti itu yang tidak ada aturan main pasti memunculkan watak buruk manusia.
Dengan caranya itu Tung ingin menunjukkan kalau orang ingin mendapatkan sesuatu maka dia harus bekerja keras, mampu bersaing dengan orang lain, tidak tahu malu, bahkan berkelahi. Inilah naluri dasar manusia untuk bertahan hidup menghadapi persaingan yang makin keras yang ingin dilihat Tung Desem dengan eksperimen terhadap warga Serang Banten.
Boleh jadi dia beranggapan menyebarkan uang itu adalah perbuatan mulia tapi sesungguhnya dia telah menghina harkat kemanusiaan. Bisa jadi dia menganggap perbuatannya itu terpuji namun sebenarnya adalah tindakan keji.
Karena itu pemerintah semestinya tidak mengizinkan cara seperti yang dilakukan Tung Desem itu. Pemerintah DKI Jakarta yang tidak mengizinkan penyebaran uang di wilayahnya merupakan tindakan benar tapi sayang pemerintah Banten malah mengizinkan sehingga penghinaan di depan mata itu sudah terjadi.
Semestinya pemerintah mengharuskan setiap bantuan kepada rakyat harus dilakukan dengan cara benar dan menghargai kemanusiaan bukan malah mengizinkan rakyatnya menjadi kelinci percobaan dan objek senang-senang bagi orang kaya. (*)
.

Tidak ada komentar: