Minggu, 08 Juni 2008

Kampanye Debat Publik

Sejumlah anggota Panitia Khusus RUU Pemilihan Presiden di DPR menyetujui penghapusan model kampanye pengerahan massa dan mengganti dengan model kampanye debat antar kandidat presiden. Bila usulan itu disetujui dan disahkan menjadi undang-undang maka ini perkembangan baik pembentukan demokrasi di negara ini.
Selama ini model kampanye Pemilu di Indonesia yang selalu dibanggakan partai politik adalah mampu mengerahkan massa dalam jumlah besar. Isi kampanye tak lebih dari pesta hura-hura, berdangdut ria, obral janji, bahkan memaki-maki lawan politik. Kampanye model ini sebenarnya tidak bermutu karena tidak mencerdaskan pemilih, tidak efisien, tidak mendidik pemilih untuk memahami cara berpolitik dengan benar.
Bila kampanye model debat antar kandidat presiden dan wakil rakyat yang diberlakukan maka secara bertahap model itu dapat melatih rakyat untuk menerima politik dengan benar. Rakyat dilatih untuk berpikir rasional menentukan pilihan politik berdasarkan pemahaman terhadap apa yang dipilihnya. Debat kandidat presiden dan wakil rakyat juga melatih rakyat untuk menjadi pintar memahami persoalan bangsa dan negara dan menilai calon pemimpin dengan ukuran yang logis.
Harus diakui sebagian besar rakyat Indonesia selama ini memilih partai politik lebih karena alasan emosional dan adanya budaya patron sehingga melahirkan pemilih fanatik. Benar salah itu adalah partai saya. Karena itu debat kandidat yang mengungkapkan program, visi, dan misi para calon presiden dan wakil rakyat dalam kondisi politik seperti itu menjadi tidak penting.
Model politik seperti ini menjadikan presiden dan wakil rakyat yang terpilih tidak memiliki beban untuk memperjuangkan nasib rakyat. Sebab mereka tidak memiliki program yang jelas selain jargon-jargon politik yang merupakan janji kosong. Elite politik yang terpilih menjadi gampang ingkar janji, khianat, dan rakyat mudah dibohongi.
Rakyat baru sadar pilihannya keliru ketika sudah di tengah jalan ternyata pemimpin yang dipilih tidak sesuai harapannya mampu mengubah keadaan. Rakyat yang kecewa ini akan menjadi santapan empuk provokator yang selalu ingin menciptakan destabilisasi negara.
Inilah salah satu alasan kenapa situasi politik negara ini masih belum mapan.
Karena itulah usulan menghapus kampanye model pengerahan massa diganti dengan debat publik patut didukung. Karena debat kandidat presiden dan wakil rakyat dapat diukur kematangan program-program pemerintahannya sekaligus kecerdikan calon pemimpin.
Visi, misi, dan program itu menjadi dokumen negara saat kandidat terpilih dan dipakai acuan memimpin negara. Dengan model ini maka partai politik, wakil rakyat, dan kandidat presiden harus mempunyai pemikiran dan konsep yang matang dalam memimpin negara bukan sekadar asal maju saja.
Bagi partai politik, model kampanye ini dapat menuntun perilaku politik yang lurus sebagai sikap partai secara menyeluruh. Bukan seperti sekarang ini partai politik masih berperilaku zig-zag alias plin-plan tergantung pada kepentingan politik sesaat.
Pemilihan umum di Indonesia selama ini memang ada kelemahan karena yang dibahas tentang figur tanpa pernah membicarakan apa yang akan dikerjakan oleh sang tokoh.
Cara paling rasional dalam memilih pemimpin di negara ini adalah dengan meminta calon tersebut memaparkan program kerja atau usulan mengenai perbaikan Indonesia di masa mendatang. Program itu harus konkret dan realistis didukung dengan keadaan negeri ini secara apa adanya. Dengan cara itu bakal ketahuan siapa yang sedang bermimpi, siapa yang sedang membual, menyesatkan rakyat, dan yang sungguh-sungguh menjadi pemimpin dan wakil rakyat. (*)
.

Tidak ada komentar: