Allah
mengenalkan diri kepada makhluknya sebagai Ahad atau dzat tunggal yang
menciptakan dan berkuasa atas seluruh alam semesta. Dalam praktiknya Allah
dimaknai lain oleh manusia sehingga para nabi diutus untuk meluruskan pemaknaan
yang menyimpang itu.
Hal
itu disampaikan KH Sachroji Bisri saat kajian surat Al Ikhlas dalam Kajian
Tafsir Alquran Berdasarkan Turunnya Wahyu dengan Pendekatan Strategi Taktik di
Pesantren Mahasiswa Rausanfikr Surabaya, Sabtu (12/11). Pengajian itu juga
mengupas surat An Najm.
Sebenarnya
manusia sudah mengenal dzat Allah dan sifat-sifatnya. Tetapi dalam
perkembangannya tidak hanya Allah saja yang disembah. Manusia menciptakan
berhala-berhala yang katanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Manusia
memahami Allah menurut persangkaannya sendiri yang malah menyesatkan. Mereka
menolak mengikuti cara Nabi karena dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan
zaman.
”Jadi
Ahad itu lambang dzat Allah. Maka maknailah lambang itu sesuai dengan yang
diajarkan nabi,” kata Bang Oji, panggilan akrab KH Sachroji Bisri. ”Tapi ada yang
memaknai lain lambang itu yang tidak sesuai dengan nabi sehingga perlu
diluruskan,” katanya.
Dia
mencontohkan, orang Quraisy sudah mengenal Allah sebagai Tuhan. Namun untuk
sampai kepada Allah menurut mereka perlu perantara berhala-berhala. Nabi
Muhammad datang untuk mengembalikan lambang Ahad namun masyarakat menolak dan
melawan Nabi karena sudah telanjur mapan dengan pemahaman syirik yang turun
temurun itu.
”Sila
pertama Pancasila semula itu lambang Ahad sebab Ketuhanan Yang Mahaesa awalnya
menurut konsep Islam,” tutur murid KH Abdul Hamid yang punya jalur berguru
kepada Syeikh Yasin Al Padangi. ”Tapi pemaknaan itu sekarang bisa berubah
ketika ditafsiri oleh selain Islam,” sambung dia.
Dalam
tafsir kenegaraan maka ajaran trinitas, paham trimurti, dan kepercayaan tahayul
kepada danyang dimasukkan dalam pemaknaan Ketuhanan Yang Mahaesa. Dengan
demikian makna Ketuhanan Yang Mahaesa dalam Pancasila itu menjadi kabur.
Pemaknaannya tidak khusus lagi tapi menjadi umum asal percaya Ketuhanan saja.
Pemaknaan
lambang Ahad yang berbelok dari asalnya, sambung Bang Oji lagi, adalah ajaran
tasawuf dari Ibnu Arabi yang populer disebut wahdatul wujud. Ibnu Arabi tidak
pernah menamakan ajarannya dengan wahdatul wujud. Tapi para pengikutnya yang
belakangan memberikan nama itu sebagai akibat pemahaman yang melenceng dari
pemikiran Sang Guru.
Menurut
pemikiran Ibnu Arabi, dzat Allah yang tunggal itu dapat dikenali eksistensi dan
sifat-sifatnya dari alam semesta. Konsep ini populer disebut tajalli atau menampakkan. Alam semesta
yang besar, agung, memberikan rahmat, hidup, dan lainnya mewakili sifat-sifat
Allah seperti akbar, adhim, rahman, rahim, hayat dan seterusnya.
Manusia
adalah penciptaan Allah paling sempurna karena selain jasad dan nafs (jiwa)
dalam diri manusia juga ada ruh yakni potensi akal budi yang membuat manusia
bisa berpikir. Manusia juga punya fuad yakni hati nurani. Karena kelengkapan
penciptaan inilah manusia disebut insan kamil alias manusia sempurna.
Kesempurnaan penciptaan manusia ini dipahami sebagai tajalli dari Allah.
Pemikiran
inilah kemudian dipahami bahwa alam semesta atau manusia itu merupakan
perwujudan dari Allah. Alam semesta
adalah cermin Allah. Alam adalah makrokosmos dan Allah mikrokosmos yang
sebenarnya adalah satu kesatuan.
Pemahaman
ini di Jawa dikenal dengan ajaran Syeikh Siti Jenar yang menganggap dalam
dirinya ada Tuhan sehingga tidak perlu menjalankan syariat. (sgp)