Sabtu, 06 Februari 2016

Bom Bunuh Diri






Serangan bom bunuh diri  dan tembakan yang terjadi di Jl. MH Thamrin, Jakarta, Kamis, 14 Januari lalu kembali mengejutkan kita. Ada delapan orang mati, termasuk empat orang pelaku serangan.  Peristiwa bom bunuh diri ini membuat kita berpikir, benarkah jalan orang-orang yang menyatakan diri berjihad menegakkan syariat dan negara Islam ini?
                Di kalangan para pejuang militan, serangan itu tidak disebut sebagai bom bunuh diri tetapi bom syahid. Sebab ledakan bom yang menewaskan pembawanya itu diyakini sebagai jalan menuju surga. Sayangnya, para militan yang telah mati karena bom itu tidak dapat menceritakan kondisinya kepada manusia yang masih hidup apakah dirinya masuk surga atau neraka. Walhasil kita yang masih hidup hanya menduga-duga bagaimana kehidupan kembali orang-orang ini sesudah kematiannya. Kita pun berbeda pendapat  dalam menafsiri  tindakan pembawa bom ini.
Menurut  sudut pandang  kaum militan, pelaku peledakan bom itu syahid karena niatnya untuk menegakkan syariat Islam menurut kesanggupannya. Dalil populer yang diajukan adalah Surat Al Anfal ayat 60 yang berbunyi: Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang, kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya.
Dalam situasi sekarang, menurut tafsir kaum militan, kekuatan yang mampu dilakukan adalah meledakkan diri di tengah sasaran yang dianggap musuh untuk menakuti dan menunjukkan eksistensinya. Persoalan ada korban lain di luar sasaran,  itu sudah nasib buruk si korban.
Ayat lain yang menjadi rujukan adalah Al Baqarah 154 dan Ali Imron 169-170. Walaupun banyak orang menyebut pelaku bom itu mati konyol dan sia-sia tapi tafsir kaum militan menyakini mereka hidup bersenang-senang di surga.  Janganlah kamu mengatakan orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati padahal mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya.  
Sedangkan dalam surat Ali Imron menyebutkan,  jangan kamu menyangka orang yang terbunuh di jalan Allah itu mati padahal mereka hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki.  Mereka bersenang-senang  dengan karunia Allah yang diberikan kepadanya dan mereka bergembira terhadap orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.
Hujah lain adalah cerita Ashabul Uhdud yang termuat dalam surat Al Buruj dan secara detail dikisahkan dalam hadits Shahih Muslim.  Diceritakan, seorang pemuda  penyembah Allah divonis mati oleh penguasa penganut agama musyrik.  Tapi pelaksanaan eksekusi mati  gagal membunuhnya. Mulai penyiksaan, melemparkan ke jurang, dan  menenggelamkan ke laut.
 Di tengah kebingungan raja dan eksekutor, pemuda itu malah berkata, ”Kamu tidak bisa membunuhku kecuali mengikuti cara yang saya ajarkan kepadamu.”
               Rahasianya ternyata japa mantra: Bismillah, demi Tuhan pemuda ini. Kalimat itu harus diucapkan sebelum membidikkan anak panah. Benar, pemuda itu pun mati.  Tapi rakyat yang menyaksikan eksekusi itu akhirnya beriman kepada Allah, tuhan pemuda ini. Raja marah melihat perubahan itu dan membunuhi rakyat yang beriman dengan menceburkan ke parit berapi.
Menurut pandangan awam, bukankah pemuda itu bunuh diri? Tapi karena kisah ini diceritakan oleh Nabi maka nilai pesannya menjadi lain. Orang yang mati mempertahankan keimanan tauhid adalah syahid meskipun sampai membunuh diri sendiri.  Sebagian dalil-dalil inilah yang diajarkan kaum militan kepada para martir bom sehingga mereka mantap melangkah menyongsong kematiannya. 
Kalaulah tafsiran mereka itu benar, persoalannya adalah dapatkah dibenarkan sekelompok orang Islam menyerang  sebagian orang Islam lainnya di sebuah negeri yang aman seperti peledakan bom di Indonesia dan Turki?
Dalam rekaman video yang disiarkan TV, kaum militan punya alasan. Mereka tidak memulai serangan tetapi penguasa yang lebih dulu menyerang dengan operasi penumpasan terorisme. Kelompok militan menyerang sebagai upaya balasan. Atas dasar inilah mereka menyatakan Indonesia sebagai  daerah perang.
Pemerintah pun berdalih, sudah tugasnya melindungi  keamanan warga, menciptakan ketenangan, dan menjaga keutuhan negara dari gangguan radikalisme dan separatisme.  Maka sudah semestinya menangkapi orang-orang yang membuat gangguan itu. Dengan cara halus maupun keras. Siapapun penguasanya pasti berbuat  hal itu. Justru pemerintah dinilai bodoh dan lemah kalau membiarkan gangguan ini merusak keamanan, kenyamanan rakyat, dan keutuhan negara.
Radikalisme, militanisme agama muncul ketika terjadi  ketimpangan antara idealisme ajaran agama dan realitas kehidupan umat beragama. Di dunia Islam ketimpangan itu mencolok mata terjadi di dunia internasional hingga lokal. Contoh penindasan Israel atas rakyat Palestina sudah dianggap hal biasa tanpa ada sanksi internasional. Lebih menyakitkan Israel malah dibela oleh AS. Perpecahan di negara-negara Timur Tengah juga tak lepas dari intervensi Barat.
Karena itu kalau ada kelompok yang berani melawan AS dan sekutunya selalu menarik minat pemuda Islam untuk berpihak dan mendukungnya seperti munculnya  ISIS (Islamic State of Syiria-Iraq). Itulah yang menarik minat kelompok Santoso di Poso mendeklarasikan bergabung dengan ISIS dan berjuang di Indonesia.
 Semua aktivis militan Islam memiliki cita-cita hidup di negara Islam seperti pernah dibangun oleh Rasulullah.  Menurut mereka, mewujudkan cita-cita itu  dengan membentuk pasukan bersenjata  merupakan keimanan yang tinggi derajatnya dibandingkan  berjuang dengan lisan apalagi hanya berdoa.
Mengangkat senjata itu wajib ketika melihat pemerintah suatu negara dinilai sebagai thagut karena bertindak sewenang-wenang menangkapi aktivis, korup, dan hukum diperjualbelikan. Kalangan militan tidak percaya dengan perjuangan partai Islam di parlemen mampu mengubah keadaan sebab mereka juga korup.
Jika radikalisme ingin berkurang maka pertama, pemerintah harus adil dan mampu memakmurkan rakyatnya. Kedua, politikus partai Islam  menunjukkan perjuangan menegakkan syariat Islam dan ada hasilnya. (*)

Tidak ada komentar: