Selasa, 13 Mei 2008

Kenaikan BBM

NAIKNYA harga minyak dunia sebenarnya dapat menjadi berkah bagi Indonesia yang memiliki beberapa sumber minyak mentah. Tapi peluang itu malah menjadi bencana akibat kita juga pengimpor bahan bakar minyak (BBM) yang penjualannya di dalam negeri disubsidi negara.
Melonjaknya harga minyak dunia menjadikan subsidi BBM juga meningkat yang berakibat membebani APBN. Untuk mengatasi itu pilihan pemerintah mengambil keputusan menaikkan harga BBM Juni mendatang agar beban subsidi tidak terlalu besar.
Pilihan itulah yang menjadi bencana bagi rakyat sebab pasti kenaikan harga BBM diikuti naiknya harga semua barang kebutuhan.

Kenaikan harga barang bakal membuat rakyat makin sengsara karena penghasilannya makin tidak cukup untuk memenuhi hidup.
Memang kenaikan BBM itu diimbangi dengan pemberian bantuan langsung tunai (BLT) plus sembako bagi orang miskin. Namun bantuan itu ibarat setetes air di tengah kehausan rakyat miskin sepanjang tahun.
Dengan alasan inilah kini demonstrasi dan suara menentang kenaikan BBM makin gencar disampaikan ke pemerintah agar membatalkan rencana itu. Namun kita lihat apakah kecaman itu bakal menggoyahkan keputusan pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono yang dikenal peragu itu ataukah dia tetap melaksanakannya.
Kenaikan harga BBM saat ini memang dalam situasi dunia yang pelik. Bukan hanya harga minyak bumi yang naik tapi juga harga pangan melonjak tajam akibat adanya konversi tanaman menjadi bahan bakar ramah lingkungan alias biofuel. Beras, minyak goreng, dan harga sembako lain sebelumnya sudah berlomba naik.
BBM yang diperoleh dari penyulingan minyak bumi merupakan barang langka seiring dengan ekspolitasi terus menerus sehingga di masa depan harus dapat dicarikan penggantinya.
Subsidi BBM yang diberikan pemerintah sekarang ini juga lebih banyak dinikmati orang kaya. Perbandingannya 10% orang kaya menikmati 45% BBM subsidi, sementara 10% orang miskin yang menikmati BBM subsidi kurang dari 1%.
Dengan alasan inilah Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan keputusan menaikkan harga BBM dapat diterima sebab subsidi itu justru dinikmati orang kaya. Pemerintah lantas memakai uang subsidi itu langsung diberikan kepada orang miskin berupa BLT. Dengan BLT itu penghasilan rakyat miskin bertambah untuk mengimbangi kenaikan harga barang.
Menurut pertimbangan itu memang seharusnya BBM tidak perlu subsidi. Harus dijual sesuai dengan harga produksi. Kondisi itu dapat terjadi kalau pemerintah berhasil mengatasi kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki sektor pertanian yang sekarang ini makin rusak padahal negara kita adalah agraris.
Pemerintah harus mampu membenahi kerusakan sektor kehidupan yang sudah salah urus ini sejak zaman Orde Baru dan makin parah ketika reformasi bergulir. Bila pilihan menaikkan harga BBM memang harus dilakukan maka pemerintah harus komitmen berusaha meningkatkan penghasilan rakyat dengan membuka peluang kerja makin besar.
Kalau pemerintah tidak mampu meningkatkan penghasilan rakyat maka saran untuk membatalkan kenaikan harga BBM dengan mengambil langkah kebijakan efisiensi dapat dilakukan. Misalnya menunda pembayaran pinjaman luar negeri, efisiensi ekspor-impor minyak mentah Indonesia dan pengenaaan pajak atas kenaikan harga minyak mentah (winffall profit tax) kepada perusahaan pemegang konsensi pengeboran.
Jangan cuma berpikir rakyat kita sudah tahan banting menghadapi situasi sulit. Buktinya kenaikan BBM sudah beberapa kali dilakukan ternyata rakyat dapat menyesuaikan hidupnya dengan baik dan ramalan para pengamat tidak terjadi. (*)
.

Tidak ada komentar: