Pemekaran wilayah menjadi propinsi, kabupaten, dan kota otonom baru harus mendapat perhatian pemerintah dengan serius. Jika tidak terkendali, pemekaran wilayah makin jauh dari harapan memberikan kesejahteraan dan layanan yang baik bagi rakyat. Sebab motif pemekaran itu kian kabur antara ambisi elite daerah untuk menjadi pejabat dengan niat membangun daerah dan memakmurkan rakyatnya.
Usulan pemekaran daerah menjadi-jadi sejak reformasi bergulir. Mulai 1999 sampai 4 Januari 2008, sudah ada 179 pembentukan daerah otonom baru. Dari jumlah tersebut, yang diusulkan pemerintah 117 dan inisiatif DPR 62.
Pemerintah mempunyai aturan tentang syarat pembentukan pemerintah daerah baru yaitu PP Nomor 78/2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Peraturan tersebut antara lain mencantumkan syarat pembentukan daerah baru yakni usia penyelenggaraan pemerintahan daerah yang akan dimekarkan, syarat administratif, fisik kewilayahan, dan teknis. Dari 11 faktor syarat teknis, ada empat faktor yang dominan yakni, faktor kependudukan, kemampuan ekonomi, keuangan daerah, dan potensi daerah harus nilai lebih.
Syarat penyelenggaraan pemerintahan untuk propinsi minimal sudah dalam masa pemerintahan 10 tahun, kabupaten/kota dapat dimekarkan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan tujuh tahun. Namun dalam praktiknya aturan itu diabaikan oleh kelompok yang mengajukan pemekaran.
Misalnya usulan untuk daerah baru Propinsi Papua Barat Daya yang ingin pisah dari Propinsi Papua Barat. Padahal Propinsi Papua Barat ini resmi dibentuk pada 2003 dan punya gubernur definitif hasil Pilkada pada 2006. Lama rentang waktu itu karena terus terjadi konflik sehingga menunda hasil Pilkada. Selain itu propinsi ini hanya berpenduduk 2,3 juta orang. Bila dipecah lagi maka jumlah penduduk menjadi tidak memenuhi syarat.
Di lapangan, pemekaran wilayah di beberapa daerah telah menyulut konflik horizontal antar rakyat akibat perebutan batas wilayah, penentuan pejabat daerah, atau kepentingan politik lainnya.
Dari begitu banyaknya pemekaran wilayah hanya dalam rentang waktu delapan tahun hingga kini belum ada evaluasi yang menunjukkan mana saja daerah otonom baru yang berhasil maupun gagal.
Menurut laporan Departemen Dalam Negeri semua daerah otonom baru itu masih bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Beberapa Peraturan Daerah (Perda) yang dibuat untuk peningkatan pendapatan asli daerah dinilai malah membebani rakyat karena banyak sekali retribusi dan pajak diberlakukan.
Dari kondisi ini, pemerintah dan DPR sudah seharusnya menghentikan pemekaran wilayah yang tampak tidak sehat karena motifnya lebih banyak kepentingan politik elite daerah yang ingin menjadi kepala daerah. Jika dibiarkan beban keuangan pemerintah pusat makin besar untuk membiayai daerah baru. Uang negara itu akan habis hanya untuk membiayai elite daerah yang ingin berkuasa karena tidak puas dengan pemerintah daerah yang dimekarkan atau kalah dalam Pilkada.
Selain itu segera diadakan evaluasi untuk daerah-daerah baru yang sudah diresmikan. Bila hasilnya ternyata daerah otonomi baru tidak mampu berdiri sendiri maka lebih baik dilebur kembali ke pemerintah daerah induknya karena ternyata rakyat dan elite politik daerah baru tidak mampu melaksanakan janji untuk mandiri, mandiri dan melayani rakyat.
Memang setidaknya ada tiga alasan untuk membentuk daerah baru. Pertama, tidak pernah diperhatikan pemerintah induk. Kedua, ingin pengembangan karena padatnya aktivitas perekonomian, dan ketiga alasan elite daerah ingin menjadi kepala daerah. Dari tiga alasan ini alasan pertama dan ketiga yang paling menonjol sehingga wajar saja kalau praktik di lapangan jauh dari harapan.
Pemekaran wilayah harusnya disetujui berdasarkan padatnya kegiatan perekonomian di daerah sehingga memungkinkan dipecah untuk meringankan beban pemerintah induknya. Contohnya adalah pemekaran Propinsi Banten dari Jawa Barat dan pemisahan Kota Batu dari Kabupaten Malang. Dua daerah itu relatif sudah terbangun infrastruktur, kegiatan ekonomi, maupun sumber daya manusia sehingga begitu diresmikan dapat berjalan baik. Bila alasan politik dan kekecewaan yang dijadikan dasar pemekaran wilayah maka konflik horizontal menjadi ancaman perpecahan bangsa ini. (*) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar