Minggu, 09 Desember 2007

Berilah Kesempatan KPK Bekerja

Terpilihnya Antasari Azhar menjadi Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuai beragam kecaman dari pengamat dan aktivis LSM. Kritikan muncul tak lepas dari keraguan terhadap masa lalu Antasari Azhar selama bekerja menjadi jaksa dan terakhir menjabat Direktur Penuntutan pada Jaksa Muda Pidana Umum Kejaksaan Agung.
Menurut masukan, ada sejumlah catatan buruk Antasari selama menjadi jaksa karena tak mampu menuntaskan kasus-kasus korupsi. Tak tuntasnya kasus yang ditangani dicurigai ada permainan dalam perkara itu. Memang selama era reformasi bidang peradilan merupakan lembaga yang belum tersentuh perbaikan. Jaksa, hakim, dan polisi dilaporkan masih mempraktikkan suap dengan memainkan pasal-pasal tuntutan perkara dan pemberian vonis.
Namun proses pemilihan pimpinan KPK sudah final dilakukan oleh DPR. Suka tidak suka keputusan itu harus diterima karena itu lebih baik sekarang bersikap beri kesempatan kepada KPK yang baru untuk bekerja daripada nyinyir menghabiskan waktu mengecam Antasari Azhar dan DPR.
Kalau menuruti sikap pesimistis, motif Antasari mendaftar menjadi anggota KPK pun pasti juga dipersoalkan. Apakah dia benar-benar berniat membantu pemberantasan korupsi demi tujuan menciptakan pemerintah yang bersih atau sekadar mencari jabatan baru menjelang pensiun sebagai jaksa. Tentu saja motif itu baru dapat dinilai setelah dia bekerja.
Apalagi seleksi anggota KPK hingga pemilihan pimpinannya dilakukan secara terbuka dan berjenjang mulai dari tim seleksi hingga ke DPR sehingga siapa pun boleh mengetahui dan memberikan masukan. Bila dari jenjang penyaringan itu ternyata hasil akhir menunjukkan Antasari Azhar yang terbaik maka kenyataan itu harus diterima oleh siapa pun. Sebab dia berhasil mengalahkan calon anggota KPK lainnya yang track recordnya bersih maupun kotor.
Kita seringkali berharap mendapatkan seorang malaikat untuk pekerjaan ini. Tapi kita harus sadar bahwa dunia kita bukanlah hitam putih, seringkali dunia abu-abu yang dominan. Dan kita juga jangan menilai seolah-olah diri kita ini bersih sehingga menilai orang lain itu kotor. Kita tidak memilih malaikat namun orang yang terbaik sebab di antara kita memang tidak ada malaikat.
Antasari Azhar terpilih sudah melewati seluruh proses penyaringan tim seleksi dan fit and proper test yang dilakukan Komisi III DPR secara terbuka. Kita harus mencoba percaya anggota DPR paling tahu tentang kualitas dan kapabilitas calon pimpinan KPK karena merekalah yang terlibat intensif.
Sementara pengamat dan aktivis LSM berada di luar proses itu dan mempunyai kebiasaan mengeluarkan penilaian berdasarkan prasangka-prasangka bahkan ditambahi dengan kesukaan bermain teori konspirasi. Cara penilaian seperti ini sudah menjadi pola pikir pengamat dan aktivis LSM untuk kasus apa pun misalnya pemilihan anggota KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang lalu.
Kita memang sadar ada masa lalu yang buruk tapi alangkah bijak tidak selalu terpaku dengan masa lalu sebab faktanya memang tidak ada pejabat maupun professional lain yang benar-benar bersih. Di antara mereka inilah disaring yang terbagus untuk membantu penciptaan pemerintahan yang bersih dari korupsi. Apalagi Antasari Azhar tidak bekerja sendiri, masih ada empat wakil ketua yang saling bisa mengawasi.
Terpilihnya Ketua KPK bukanlah akhir episode cerita justru pertunjukan baru dimulai. Sekarang kita menjadi penonton yang kritis untuk ikut mengawasi kerja KPK agar sesuai dengan harapan kita. Kita memberikan tekanan agar KPK menjunjung nilai kejujuran, amanah pada tugas dan bekerja secara transparan.
Karena itu berilah waktu tiga bulan kepada pimpinan baru KPK untuk bekerja serta membuktikan bahwa mereka tidak seperti yang dipersepsikan orang. Indikatornya adalah apakah kasus-kasus besar yang ditangani KPK menunjukkan perkembangan yang berarti dan dapat membersihkan semua lembaga pemerintahan yang kini belum tersentuh seperti dunia peradilan mulai Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, polisi, Departemen Keuangan, maupun badan-badan pengawas keuangan hingga jenjang di bawahnya. (*)
.

Tidak ada komentar: