Ketika Uni Soviet hancur, orang berteriak komunisme
telah runtuh. Ternyata tidak. Penggemar komunis berganti generasi. Meskipun
praktik negara-negara komunis terbukti memberangus kebebasan rakyat dan
kemakmuran merata tidak terjadi, ternyata masih ada orang yang berpropaganda
bahwa komunis sebagai pilihan terbaik.
Di Indonesia, isu komunisme selalu mencuat pada akhir
September. Sebab pada hari itu lima puluh tahun yang lalu terjadi pembunuhan
para jenderal TNI oleh pasukan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang dianggap sebagai
penghalang merebut kekuasaan. Usaha kudeta PKI gagal. Kemudian situasi
berbalik menjadi penangkapan dan
pembasmian orang-orang PKI oleh TNI dan rakyat.
Inilah sejarah kelam negeri ini yang posisinya seperti
duri dalam daging. Selalu menusuk-nusuk, memberi rasa sakit ketika mengenang
dan mengungkit-ungkitnya. Rasa sakit itu kian perih ketika penggemar PKI mengangkat
peristiwa itu sekarang dengan membalikkan sejarah. Bahwa orang-orang PKI yang
ditangkap dan terbunuh adalah korban kekejaman rezim.
Lebih parah lagi ada aktivis HAM yang menjual peristiwa
itu keluar negeri. Mengadili masalah itu secara sepihak. Mereka menuntut
pemerintah meminta maaf. Akibatnya luka lama terkoyak menimbulkan rasa sakit
pada korban-korban kebiadaban orang-orang PKI.
Soviet memang hancur tetapi komunisme belum runtuh.
Kini ideologi itu berantitesis untuk melawan perubahan tesis guna mendapatkan
sintesis baru yang segar dan bisa diterima. Model negara komunisme pun berubah
untuk menghilangkan kegagalan praktik ekonominya.
Di China akhirnya berkompromi dengan penerapan ekonomi
kapitalisme. Menarik investasi asing, menciptakan industrialisasi, memproduksi
buruh-buruh. Ekonomi China bangkit menjadi kuat di dunia tetapi rakyat
mayoritas hidupnya terbatas. Kemewahan dinikmati oleh elite partai. Tenaga
rakyat proletar tetap dieksploitasi di pabrik milik para kapitalis. Padahal
situasi inilah yang menjadi inti kritik komunisme. Maka prinsip kesejahteraan
bersama sebagai idealisme komunis masih gagal.
China yang ekonominya kuat pun gagal mewujudkan
komunisme. Apalagi di Korea Utara, Kuba, Vietnam, Kamboja dan negara komunis
lainnya. Kegagalan ekonomi ini diperparah dengan keburukan perilaku rezim
penguasa yang menindas rakyat dengan batasan kemerdekaan berpendapat dan
berpolitik.
Perilaku penguasa komunis mempunyai watak sama di
seluruh dunia. Tega membunuh rakyat yang dianggap musuh bersama. Maka
perjuangan komunis dimana pun selalu terjadi peristiwa pembantaian yang dikenal
sebagai the killing field. Ada Polpot
di Kamboja. Ada Slobodan Milosovic di Serbia. Ada Muso dan Aidit di sini.
Karena itu sangat mengherankan masih ada orang yang
tertarik dengan komunisme meskipun sudah melihat tampilan buruk wajah politik
dan ekonominya. Masih saja ada pembelaan bahwa wajah buruk komunisme sengaja dibentuk
oleh propaganda kapitalisme. Maka tak heran belakangan muncul fashion lambang
komunis berupa palu arit di kaos, stiker, poster, bendera, sebagai merchandise
untuk bergaya anak muda. Propaganda komunis bergaya kapitalis. Anak muda
menyebutnya keren.
Komunisme menarik dalam tataran perdebatan teori untuk
mengkritik praktik kapitalisme seperti
yang uraikan oleh Karl Marx dan Hegel. Kapitalisme mengeksploitasi buruh-buruh untuk mendapatkan
keuntungan yang besar. Upah buruh yang kecil membuat mereka hidup miskin.
Situasi ini menciptakan jurang lebar kemiskinan buruh dengan kemewahan para
pemilik modal.
Teori Marxis ingin menghapus jurang ekonomi itu dengan
menawarkan sosialisme untuk mencapai kehidupan komunis yang sama rata sama rasa. Caranya pengendalian dan pembagian ekonomi dikendalikan oleh negara.
Pada tataran praktik, model negara komunis seperti yang
ditawarkan Marx tidaklah seindah yang diuraikannya. Lenin, Stalin di Rusia, Mao
Tse Tung, Teng Tsiu Ping di China, Fidel
Castro di Kuba telah menciptakan negara komunis yang tidak bersahabat dengan
rakyatnya.
Boleh jadi negara komunis bukanlah negara ideal namun
bukan berarti tidak ada penggemar komunisme. Selama kapitalisme tetap
menciptakan ketimpangan ekonomi, eksploitasi, dan penguasaan sumber-sumber
ekonomi oleh segelintir orang maka memunculkan perlawanan.
Perlawanan paling
militan dilakukan penganut sosialisme
dan komunisme.
Islam yang oleh
pengkhutbah selalu disuarakan sebagai
pedoman hidup terbaik, sayangnya belum
memberikan alternatif. Islam baru baik dalam tataran khutbah. Teori
negara dan ekonomi Islam belum ada yang mapan dan teruji. Hingga kini belum ada
model negara dan ekonomi Islam yang dapat menjadi rujukan.
Arab Saudi, tempat dimana Nabi Muhammad membangun
pengaruh dan kekuasaan Islam, kini menjadi negara kaya raya yang dicap sebagai
antek kapitalis Amerika. Perilaku politik dan ekonomi rezimnya tidak seideal
yang digambarkan Alquran dan Nabi. Turki, bekas khalifah Islam terakhir, memang
kini mulai bangkit lagi dengan kendali partai Islam namun juga belum stabil dan
masih lekat cap negara sekuler bentukan Mustafa Kemal Pasha.
Di Indonesia, perjuangan membentuk negara Islam
sekarang ini dilakukan kelompok militan bersenjata yang berjuang sporadis.
Mereka dicap sebagai teroris. Sebab gerakan perlawanan terhadap rezim yang
mereka sebut sebagai jihad, oleh penguasa dinilai tidak lebih sebagai teror
terhadap kehidupan rakyat.
Gerakan perlawanan ini malah menimbulkan antipasti dari
rakyat, alih-alih mendapatkan simpati. Dampak buruknya perlawanan itu malah
memberikan cap buruk terhadap Islam
dan upaya memarjinalkan oleh kelompok
sekuler dan Kristen.
Kembali kepada masalah komunisme, bila kita ingin gerakan
ini melemah dan padam, maka matangkan konsep negara yang mampu memberikan
kesejahteraan merata bagi semua rakyat. Islam itu sempurna, mari kita wujudkan
kesempurnaannya itu agar memberikan jawaban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar