Senin, 14 April 2008

Pilkada Jawa Barat

PEMILIHAN kepala daerah secara langsung memang sulit ditebak. Karena itu kemenangan Ahmad Heryawan-Dede Yusuf yang diusung koalisi PKS-PAN dalam pemilihan gubernur Jawa Barat sangat mengejutkan.
Betapa tidak, dalam polling yang dilakukan nama calon ini selalu berada di urutan terakhir dari dua calon yang sudah terkenal yakni Gubernur incumbent Danny Setiawan yang diajukan Golkar-Partai Demokrat dan cagub Agum Gumelar calon dari PDIP.
Menurut peta politik hasil Pemilu 2004 pun, Jawa Barat dikuasai oleh Partai Golkar dan PDIP ternyata peta politik ini tidak berlaku untuk pilkada karena pemilih lebih melihat figur calon. Gambaran seperti ini pernah terjadi ketika Susilo Bambang Yudhoyono terpilih menjadi presiden yang ternyata tak selalu sama dengan peta politik hasil Pemilu 2004 yang didominasi Partai Golkar.
Meskipun kemenangan Heryawan-Dede Yusuf itu masih berdasarkan perhitungan cepat atau quick count tapi biasanya sudah menunjukkan kepastian yang hasil akhirnya kurang lebih sama dengan perhitungan manual oleh KPUD setempat.
Kemenangan seperti ini menunjukkan suara rakyat sebenarnya. Meskipun pasangan Heryawan-Dede Yusuf tergolong paling miskin di antara Danny Setiawan dan Agum Gumelar tidak menjadi halangan untuk menang. Uang tidak selalu menang dalam pemilihan kepala daerah.
Justru dari sinilah kita harus memulai bahwa berpolitik tidak harus membayar dengan harga sangat mahal. PKS-PAN yang mengusung Heryawan-Dede Yusuf dikenal sebagai partai yang relatif bersih dari permainan uang. Padahal sudah lazim terjadi calon kepala daerah untuk mendapatkan kendaraan politik harus membayar uang besar kepada partai politik selain mengeluarkan dana kampanye.
Biaya politik yang besar ini menjadi biang masalah korupsi di negara ini. Sebab pasti calon gubernur ingin balik modal ketika terpilih. Pertanyaannya adalah darimana sumber uang untuk mengembalikan modal itu? Pilihannya antara lain uang negara, kolusi, atau memeras pengusaha. Karena masalah inilah kenapa beberapa kepala daerah ada yang terjerat pasal korupsi hingga mengantarkannya ke penjara.
Dari kasus Pilkada Jawa Barat ini maka partai politik mulailah untuk tidak memakai setoran uang dari calon kepala daerah. Carilah kepala daerah yang berkualitas dan pantas dari kader sendiri bukan orang lain yang melamar dengan membayar sejumlah uang besar.
Praktik membayar uang besar untuk mendapatkan kendaraan politik dalam pilkada merupakan perilaku buruk dalam menciptakan sistem politik yang baik. Sebab pemimpin yang muncul adalah yang kuat membayar bukan berdasarkan kualitas, loyalitas, dan integritas. Sudah banyak terjadi calon pemimpin daerah yang melamar ke partai politik menjadi peras-perasan oleh para politik tidak bermoral.
Marilah kita akhiri perilaku politik yang buruk itu. Sebab jika kepala daerah tidak disibukkan dengan memikirkan balik modal maka dia dapat mengelola uang negara dengan baik dan mampu bekerja dengan kejujuran demi amanat rakyat yang telah memilihnya. (*)
.

Tidak ada komentar: