Sabtu, 18 Juni 2016

Puasa Jangan Sia-sia






Puasa Ramadhan berakhir. Saatnya di bulan Syawal ini mengukur apakah puasa kita cukup berkualitas ataukah sekadar berbasa-basi kepada Allah. Kali ini kita mengukur kualitas itu dengan surat  Al Qadar.
Allah menerangkan, sesungguhnya kami menurunkannya (Alquran) dalam lailatul qadar. Lailatul qadar kalau diterjemahkan  bebas bermakna malam berkadar. Malam berukuran. Malam berbobot yang berbeda dengan malam-malam lainnya.  Kenapa berbobot? Karena malam itu awal diturunkan ayat Alquran.  Malam itu adalah malam Ramadhan (Al Baqarah : 185).
Istimewanya malam itu karena disebut Allah lebih baik dari seribu bulan. Seribu bulan itu sama dengan  83 tahun. Artinya nilai atau kualitas satu malam itu sama dengan hidup selama 83 tahun. Lantas apa yang membuatnya istimewa?
Allah menyebutkan, malam itu diturunkan banyak malaikat dan satu ruh dengan izinnya. Karena dengan izin Tuhan maknanya Allah dengan sengaja menciptakan suasana istimewa di malam berkadar itu. Untuk apa para malaikat dan ruh diturunkan? Dengan izin Allah para malaikat  dan ruh diturunkan untuk mendatangi seluruh urusan manusia. 
Kalau  seluruh urusan manusia didatangi oleh malaikat dan ruh itu artinya  pasti Allah pada malam itu benar-benar memperhatikan keinginan dan kebutuhan manusia. Bayangkan kalau semua urusan manusia didatangi malaikat atas perintah Allah maka semua urusan manusia dijamin lancar. Seluruh harapan mewujud. Doa-doa terkabul.
Apa tandanya urusan itu lancar? Keselamatan dan kedamaian terjadi di malam itu hingga terbitnya fajar. Meskipun suasana kedamaian  itu terjadi di malam hari tetapi pengaruhnya bakal terus terasa hingga siang hari dan hari-hari selanjutnya.
Jadi di akhir bulan Ramadhan jika Anda  merasakan kedamaian, tidak ada perasaan khawatir, berperasaan optimistik, selalu bersemangat,  pikiran makin terang, muncul ide segar, maka ketahuilah  Anda telah menembus lailatul qadar.   Malaikat telah  mendampingi Anda untuk menyelesaikan segala urusan. Segala persoalan yang Anda hadapi menemukan jalan keluarnya.
Malaikat adalah makhluk pelayan Allah yang setia. Tidak membantah, tidak bernafsu. Hobinya bertasbih memuji Allah dan menyucikan namanya (Al Baqarah : 30). Kata malaikat berbentuk jamak artinya banyak malaikat. Kata mufradnya mala’ artinya penjaga.
Ada tafsir yang menerangkan seluruh alam semesta, kehidupan, dan tiap urusan di dunia dan akhirat dijaga oleh mala’.  Angin bergerak yang mengatur adalah mala’. Gunung meletus yang berperan adalah mala’. Makhluk lahir, mati, dan rezeki di sisinya ada mala’. Ketakutan, keberanian, dan cinta digerakkan oleh mala’. Jadi semua kekuatan alam semesta yang bergerak dan berkembang bahkan dalam benda sekecil atom, di situ ada peran mala’.
Orang-orang Rumawi dan Hindu sadar kekuatan alam itu ada penjaganya. Kemudian dua bangsa ini memersonofikasi kekuatan alam itu sebagai makhluk perkasa di atas kekuatan manusia yang disebut dewa. Maka mereka pun memberi nama-nama makhluk personofikasi kekuatan alam itu sesuai dengan fungsinya. Ada Dewa Angin, Dewa api,  Dewa Laut, Dewi Padi, Dewa Gunung, Dewa Amor, Dewi Fortuna,  dan nama dewa lainnya.
Dewa-dewa ini mereka sembah, dipuja-puji, diberi sesaji karena dianggap berpengaruh dengan kehidupan manusia. Padahal mereka sebenarnya adalah malaikat. Dua bangsa ini menganggap tidak begitu penting Tuhan yang sebenarnya sebab tidak langsung bersentuhan dengan kehidupan mereka. Begitulah paham ini kemudian tersebar ke penjuru dunia menjadi agama. Alquran menjelaskan semua urusan alam semesta itu dipegang oleh malaikat.  Dan malaikat bukanlah Tuhan yang patut disembah. Allah Tuhan yang sebenarnya yang menciptakan dan mengatur semua itu.
Ruh yang disebut dalam surat Al Qadar adalah jibril. Dia mendatangi manusia untuk memberikan wahyu, ilham, inspirasi, ide, gagasan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi manusia.
Manusia yang didatangi malaikat dan ruh tentu saja adalah manusia yang dimensinya sudah sefrekuensi dengan gelombang malaikat. Itu bisa dicapai oleh orang yang benar-benar melaksanakan puasa dan qiyamul lail. Disambung dengan  i’tikaf, berdiam, konsentrasi, semedi, sebagai upaya untuk menciptakan keheningan, menemukan frekuensi yang sama.
Inilah puasa berkualitas. Puasa yang nuansa ruhaninya mampu mencapai frekuensi malaikat. Hanya orang-orang yang berpuasa seperti ini yang bisa menembus lailatul qadar. Didatangi malaikat untuk dibantu segala urusan kehidupannya. Mendapatkan keselamatan, kedamaian, selama malam hingga fajar.
Jadi setelah bulan Ramadhan ini berakhir, saatnya mengukur diri ketika memasuki Syawal. Jika kehidupan Anda terus berkembang menjadi lebih baik, rezeki bertambah, prestasi meningkat, hidup rumah tangga makin tentram, akal makin cerdas menemukan solusi, muncul ide-ide brilian, konflik dan sengketa terselesaikan, serasa mendapat energi baru,ketahuilah  itu tandanya Anda mendapatkan lailatul qadar.
Manusia yang menembus lailatul qadar rasanya seperti dilahirkan kembali. Menjadi manusia baru penuh pencerahan. Menjadi manusia fitrah yang dilahirkan memasuki dunia Idul Fitri. Disambut dengan suka cita lewat kumandang takbir, tahlil, dan tahmid mulai malam hingga pagi.  
Sebaliknya jika kehidupan Anda sesudah Ramadhan datar-datar saja, sama seperti biasanya atau bahkan menurun, sadarilah bahwa kualitas puasa Anda juga biasa-biasa saja sehingga lailatul qadar tidak menghampiri Anda. Lebih buruk lagi bila Anda hanya mendapatkan lapar dan dahaga. Pahala pun tidak karena puasa Anda sekadar basa-basi.
Taqabalallahu minna wa minkum. Taqabal Ya Kariim.  

Tidak ada komentar: